Find Us On Social Media :

Melongok Kisah Srintil, Tembang Duka Seorang Ronggeng

By None, Jumat, 18 September 2020 | 13:01 WIB

Grid.ID - Akhir pekan ini, para penikmat seni di rumah akan disuguhkan lakon berjudul Srintil (Tembang Duka Seorang Ronggeng) yang akan ditayangkan pada 19 dan 20 September pukul 15.00 WIB di website indonesiakaya serta channel Youtube IndonesiaKaya.

Lakon yang diproduksi oleh ArtSwara ini merupakan rekaman pementasan yang diselenggarakan pada tanggal 27 – 28 April 2019,  di Teater Salihara, Jakarta. Naskah pertunjukan ini ditulis oleh Sitok Srengenge yang mengadaptasi novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.

“Saya tertarik mengangkat tentang ronggeng ini ke atas panggung karena pandangan publik tentang ronggeng ini cenderung hanya melihat sisi negatifnya, padahal kita bisa menggali kompleksitas perempuan yang terkandung di dalamnya. Melalui lakon ini, kami ingin menghadirkan sudut pandang berbeda dari sosok ronggeng,” ujar Maera yang berperan sebagai eksekutif produser untuk pementasan ini.

Lakon ini berkisah tentang Srintil yang berumur 11 tahun dinobatkan menjadi ronggeng baru, menggantikan ronggeng terakhir yang mati dua belas tahun yang lalu. Bagi pedukuhan yang kecil, miskin, terpencil, dan bersahaja itu, ronggeng adalah perlambang. Tanpanya dukuh itu merasa kehilangan jati diri.

Baca Juga: Budaya Betawi Dalam Sandiwara Cinta Dasima

Dengan segera Srintil menjadi tokoh yang amat terkenal dan digandrungi. Cantik dan menggoda. Semua ingin pernah bersama ronggeng itu. Dari masyarakat biasa hingga pejabat-pejabat desa maupun kabupaten. Namun malapetaka politik di tahun 1965 membawa nasib buruk ke pedukuhan kecil itu. Ronggeng beserta para penabuh calung ditahan. Pedukuhan dibakar. Hanya karena kecantikannya, Srintil tidak diperlakukan semena-mena oleh para penguasa di penjara itu.

Pengalaman pahit sebagai tahanan politik akhirnya membuat Srintil sadar akan hakikatnya sebagai manusia. Karena itu setelah bebas, ia berniat memperbaiki citra dirinya. Ia tak ingin lagi melayani lelaki manapun. Ia ingin menjadi perempuan somahan. Dan ketika seorang lelaki bernama Bajus muncul dalam hidupnya, sepercik harapan timbul, makin lama makin membuncah. Tapi Srintil harus kembali terempas. Kali ini bahkan membuat jiwanya hancur berantakan.

“Lakon ini dipentaskan dengan konsep monolog musikal dengan menampilkan fase-fase penting dalam hidup Srintil dengan luka batin yang dialaminya. Tokoh Srintil menyoroti bagaimana perempuan masih sering terpinggirkan, padahal setiap perempuan harus dihormati, dan dihargai, apapun profesinya. Begitu juga dengan ronggeng yang mengajarkan tentang keterbukaan pikiran. Ia merupakan bentuk seni yang sarat dengan nilai-nilai budaya dan konstruksi sosial dalam tradisi Banyumas,” ujar Iswadi Pratama yang berperan sebagai sutradara dalam lakon ini.