Grid.ID - Dalam dunia yang gemar mengutuk dan menghakimi, keputusan untuk bertahan setelah perselingkuhan sering kali dipandang sebagai kelemahan. Padahal di balik keputusan "balikan setelah selingkuh", ada kompleksitas emosi, rasa sakit, dan upaya rekonstruksi hubungan yang tak semua orang mampu jalani.
Rasa-Rasa yang Tidak Terwakili Lagu Patah Hati
Lagu-lagu populer sering kali menggambarkan reaksi terhadap perselingkuhan dengan nada amarah. Seperti membuang barang mantan, lalu move on dengan cepat.
Tapi kehidupan nyata tidak selalu sesederhana itu. Banyak orang justru memilih tetap tinggal dan memperbaiki yang telah rusak.
Meski begitu, jalannya panjang, menyakitkan, dan tanpa jaminan bahagia. Dalam bukunya The State of Affairs: Rethinking Infidelity, terapis hubungan Esther Perel mendorong publik untuk melihat selingkuh dari sudut pandang yang lebih kompleks.
Bukan hanya sebagai pengkhianatan, tapi juga sebagai sinyal akan sesuatu yang lebih dalam dalam hubungan.
Mengapa Memilih Bertahan Setelah Selingkuh?
“Karena aku masih cinta,” kata Mike (33), yang memutuskan kembali menjalin hubungan dengan pasangannya setelah pasangannya berselingkuh. “Tapi aku menyesal tidak membicarakan alasan kenapa dia selingkuh sejak awal. Kami cuma langsung balikan.”
Sementara itu, Bea (32) dari Detroit mengaku ia sendiri yang berselingkuh. “Aku tahu aku tidak melakukannya karena ingin putus atau mencintai orang lain."
"Itu tentang aku yang tidak mencintai diriku sendiri. Aku butuh validasi, dan aku mencarinya di tempat yang salah," ujarnya dikutip dari gq.com, Rabu (9/4/2025).
Banyak orang yang bertahan bukan hanya karena cinta, tapi karena memahami bahwa perselingkuhan bisa jadi gejala, bukan penyakit utama. Komunikasi yang terhambat, kebutuhan emosional yang tak terpenuhi, atau luka pribadi bisa jadi penyebab utamanya.
Source | : | GQ Magazine |
Penulis | : | Mia Della Vita |
Editor | : | Ayu Wulansari K |