Grid.ID- Di balik stigma menakutkan profesi debt collector, ada sisi kehidupan yang jarang terungkap. Ada tekanan target, medan kerja ekstrem, dan adrenalin tinggi setiap harinya.
Wartawan Harian Kompas, Stefanus Ato, sempat mengikuti langsung keseharian Flesh (38), seorang penagih utang, dan menemukan bahwa pekerjaan ini bukan hanya soal menagih, tapi juga menghadapi risiko yang tak main-main.
Mengejar Target, Menantang Bahaya
Flesh, seorang debt collector berusia 38 tahun, memiliki misi yang tak ringan. Ia harus menagih utang dari 120 orang dalam waktu 15 hari.
Upah yang dijanjikan sebesar Rp500.000, tapi pekerjaan ini menuntut kecepatan, kecermatan, dan nyali besar. Saat Stefanus mengikutinya di hari ke-14, masih ada 20-an debitur yang belum didatangi.
“Semoga hari ini kita bisa ketemu 11 atau 12 orang. Besok, saya selesaikan sisanya,” ujar Flesh sembari memacu motornya dari Muara Baru menuju Cilincing, Jakarta Utara, dikutip dari Kompas.com.
Sejak pagi, Flesh menyelinap di antara truk-truk kontainer di jalan padat. Ia mengaku sudah terbiasa memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi.
Itu merupakan sebuah keahlian yang ia asah sejak menjadi penagih cicilan kendaraan bermotor pada 2010. Saat itu, jika pemilik kendaraan menolak berhenti, kejar-kejaran pun tak bisa dihindari.
Penyangkalan dan Konfrontasi di Lapangan
Setelah dua jam di Cilincing, mereka bergerak ke Cakung, menyambangi seorang debitur di kawasan industri Rorotan. Flesh menerobos antrean kendaraan besar dan masuk ke dalam kawasan tanpa akses resmi, memanfaatkan celah plang otomatis yang sedang terbuka.
Sasaran kali ini adalah seorang petugas keamanan yang memiliki tunggakan di salah satu aplikasi pinjaman daring. Ia adalah sasaran yang dicarinya selama dua bulan terakhir.
Baca Juga: Benarkah Debt Collector Wajib Berhenti Menagih Utang Setelah 3 Bulan Gagal Bayar?
Source | : | Kompas.com,Tribun Batam |
Penulis | : | Mia Della Vita |
Editor | : | Ayu Wulansari K |