Grid.ID – Aksi penarikan kendaraan secara paksa oleh debt collector kembali menjadi sorotan publik. Dalam banyak kasus, pengambilan sepeda motor karena kredit macet kerap disertai kekerasan, ancaman, bahkan perampasan secara terang-terangan.
Padahal, tindakan semacam ini tidak hanya melanggar hukum, tapi juga bisa membuat pelakunya terjerat pidana berat. Menurut ahli hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, praktik semena-mena oleh debt collector bukan sekadar pelanggaran etik, tapi termasuk tindak pidana perampasan.
"Ya, mengambil barang orang lain secara paksa, termasuk merampas motor adalah tindak pidana perampasan dengan kekerasan," kata Fickar dikutip dari Kompas.com, Jumat (11/4/2025)
Debt Collector Bisa Dipidana
Fickar menegaskan bahwa siapa pun, termasuk debt collector, tidak berwenang menarik kendaraan secara paksa, sekalipun mereka membawa surat kuasa dari perusahaan pembiayaan. Pasalnya, tindakan itu tergolong perampasan dan bisa dikenakan pasal berlapis dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), antara lain:
- Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan
- Pasal 365 KUHP tentang Pencurian dengan Kekerasan
- Pasal 378 KUHP tentang Penipuan
Hukuman bagi debt collector yang melakukan kekerasan bisa mencapai 12 tahun penjara. "Pelaku bisa dihukum maksimal 12 tahun jika dilakukan pada malam hari oleh dua orang atau lebih dan mengakibatkan luka berat," terang Fickar.
Namun, hukuman pidana tersebut bisa lebih berat, yakni menjadi 15 tahun kurungan penjara apabila debt collector melakukan tindak kekerasan yang menyebabkan hilangnya nyawa. Pelaku juga dapat dihukum mati atau penjara seumur hidup jika perampasan motor terbukti dilakukan oleh 2 orang atau lebih dan berakibat kematian.
Penarikan Kendaraan Hanya Bisa Lewat Pengadilan
Baca Juga: Beginilah Rasanya Jadi Debt Collector, Kejar Utang 120 Orang dalam Waktu 15 Hari
Source | : | Kompas.com,Jdih.sukoharjokab.go.id |
Penulis | : | Mia Della Vita |
Editor | : | Nindya Galuh Aprillia |