Grid.ID- Maraknya praktik penagihan utang oleh debt collector dari pinjol ilegal tak hanya meresahkan masyarakat, tetapi juga membuka ruang pelanggaran hukum yang serius. Masyarakat yang terjerat utang dari pinjol ilegal kerap menjadi korban intimidasi, kekerasan verbal, bahkan pelecehan yang melanggar hak asasi manusia.
Lalu, adakah hukum pidana yang bisa menjerat debt collector pinjol (pinjaman online) ilegal?
Tak Ada Regulasi Khusus, Tapi Bukan Berarti Bebas Hukum
Hingga kini, belum ada regulasi khusus yang secara eksplisit mengatur aktivitas debt collector di Indonesia. Namun, debt collector tetap wajib tunduk pada etika penagihan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/10/DASP.
Penagihan harus dilakukan dengan cara yang tidak melawan hukum, tidak memicu ketakutan, dan tidak merendahkan martabat manusia. Sayangnya, dalam praktiknya, khususnya pada kasus pinjol ilegal, banyak debt collector bertindak sebaliknya.
Penagihan dilakukan secara intimidatif, menyebar data pribadi, hingga mengancam korban secara seksual maupun fisik. Hal ini terutama menyasar kelompok rentan seperti perempuan.
Jerat Hukum Pidana Bagi Debt Collector Pinjol Ilegal
Tindakan para debt collector pinjol ilegal tidak hanya melanggar etika, tetapi bisa dijerat pasal-pasal pidana. Dalam banyak kasus, penagihan tidak sekadar menagih, tetapi telah berubah menjadi tindak kriminal.
Mengutip Hukumonline, beberapa pasal pidana yang bisa dikenakan antara lain:
- Pasal 310 KUHP: Jika penagihan dilakukan dengan penghinaan atau bahasa yang tidak sopan di depan umum.
- Pasal 335 ayat 1 KUHP: Terkait perbuatan tidak menyenangkan, seperti intimidasi atau pemaksaan.
- Pasal 406 KUHP: Jika dalam proses penagihan terjadi perusakan barang milik nasabah.
- Pasal 368 KUHP: Jika terdapat unsur pemerasan atau ancaman.
- Pasal 29 jo Pasal 45B UU ITE: Jika ancaman dilakukan melalui media elektronik seperti pesan teks atau media sosial.
Tindakan debt collector pinjol ilegal yang menyebar data pribadi, seperti foto, KTP, dan kontak di ponsel korban, juga termasuk dalam pelanggaran Undang-Undang ITE. Selain melanggar privasi, tindakan ini dapat digolongkan sebagai kejahatan siber.
Kekerasan Berbasis Gender Siber
Menurut Jeanny Silvia Sari Sirait dari LBH Jakarta, sekitar 72,08 persen korban pengaduan pinjol adalah perempuan, dan 22 persen dari mereka mengalami kekerasan berbasis gender siber (KBGS). Bentuknya beragam, mulai dari ancaman menyebar foto pribadi hingga perintah menjual diri untuk melunasi utang.
Baca Juga: Debt Collector Sering Semena-mena, Beginilah Etika Menagih Utang dalam Islam
Salah satu kasus mencengangkan adalah ketika seorang peminjam pria diancam, "Jika kamu tidak bisa bayar, suruh saja istrimu tidur dengan saya." Tindakan ini tidak hanya tidak manusiawi, tetapi juga melanggar hukum dan moral secara berat.
Ciri-ciri Pinjol Ilegal
Agar masyarakat tidak terjebak dalam praktik pinjol ilegal, penting untuk mengenali ciri-cirinya, sebagaimana dikutip dari Kompas.com, Sabtu (12/4/2025).
Tidak Terdaftar di OJK
Pinjol ilegal tidak memiliki izin resmi dari OJK. Informasi legalitas bisa dicek langsung melalui website atau kontak resmi OJK.
Alamat Kantor Tidak Jelas
Pinjol ilegal seringkali tidak mencantumkan alamat kantor yang valid untuk menghindari pelacakan hukum.
Syarat Pinjaman Terlalu Mudah
Hanya dengan foto KTP dan selfie, pinjaman disetujui. Tapi jebakan bunga tinggi dan tenor singkat menanti di baliknya.
Akses Data Ponsel Secara Masif
Pinjol ilegal meminta akses ke semua kontak dan data pribadi, lalu menggunakannya sebagai alat teror.
Penawaran Lewat WhatsApp atau SMS
Tawaran pinjaman sering masuk lewat jalur informal seperti WhatsApp, SMS, dan media sosial.
Perlindungan Hukum Harus Segera Diperkuat
Tragisnya, tidak sedikit kasus berujung pada korban yang mengalami depresi berat hingga bunuh diri akibat tekanan dari debt collector pinjol ilegal. Negara pun didesak untuk segera mempercepat pengesahan regulasi yang memberi perlindungan hukum secara komprehensif terhadap korban.
Keberadaan debt collector pinjol ilegal bukan hanya masalah ketertiban, tapi menyangkut nyawa, kehormatan, dan hak asasi manusia. Meski belum ada aturan khusus, bukan berarti mereka kebal hukum.
Penegakan hukum harus tegas, dan masyarakat perlu waspada serta selektif sebelum melakukan transaksi pinjaman online. Jika Anda merasa menjadi korban tindakan dari debt collector pinjol ilegal, jangan ragu untuk melapor ke pihak berwenang atau meminta bantuan lembaga bantuan hukum seperti LBH.
Baca Juga: Debt Collector Bisa Dipidana Jika Rampas Kendaraan Kredit Macet, Beginilah Prosedur yang Benar
(*)
Source | : | Hukumonline.com,KOMPAS.com |
Penulis | : | Mia Della Vita |
Editor | : | Nesiana |