"Mbah Tupon kaget dan keluarga Mbah Tupon ya kaget. Akhirnya bertanya kepada pihak pembeli tanah tadi. Ternyata, pihak yang dititipi setifikat itu mengaku tidak tahu menahu karena dalam proses pemecahan sertifikat itu diberikan ke rekanannya. Rekananya itu memberikan kepada rekanannya lagi," ucap Agil.
Lebih lanjut, diketahui bahwa Mbah Tupon beberapa kali diminta menandatangani dokumen yang tak ia pahami isinya. Penandatanganan dilakukan di kawasan Janti, namun hingga kini belum diketahui secara pasti apakah itu di bank, notaris, atau kantor lainnya.
"Karena Mbah Tupon kalau ditanya enggak tahu detail lokasinya. Yang penting itu lokasinya semacam kantor. Di situ, Mbah Tupon dan istri ada tanda tangan beberapa kali. Jumlahnya saya tidak paham dan isinya tidak dibacakan. Sedangkan, Mbah Tupon tidak bisa membaca isinya," jelasnya.
Beberapa waktu setelahnya, Mbah Tupon kembali diajak ke daerah Krapyak untuk menandatangani dokumen, dan lagi-lagi tidak mengetahui lokasi detailnya.
"Karena Mbah Tupon meminta bantuan kepada saya, ya saya langsung mengumpulkan pengurus RT dulu untuk istilahnya mencari jalan keluar."
"Hasilnya, saya mengajak keluarga Mbah Tupon menemui orang kepercayaannya tadi. Kata orang kepercayaan itu, sertifikat sudah diserahkan ke orang lain dan orang lain lagi. Jadi proses sertifikatnya sudah beralih-beralih-beralih seperti itu," ujarnya.
Setelah itu, Agil bersama warga dan tokoh setempat mengadakan doa bersama serta aksi damai sebagai bentuk dukungan moral. Mbah Tupon dan keluarganya mengalami tekanan psikologis dan trauma atas kejadian tersebut.
Kegiatan itu digelar sebagai bentuk solidaritas dan dukungan terhadap keluarga Mbah Tupon. Menurut keterangan anak Mbah Tupon, Heri Setiawan (31), peristiwa ini bermula dari tawaran untuk memecah sertifikat.
BR, pihak yang membeli 298 meter tanah Mbah Tupon, menawarkan bantuan pelunasan utang sebesar Rp35 juta dengan iming-iming memfasilitasi pemecahan sertifikat. Namun alih-alih utangnya lunas, Mbah Tupon justru mendapati sertifikatnya dibaliknama atas nama IF dan dijadikan jaminan di bank senilai Rp1,5 miliar.
Baik Heri maupun Mbah Tupon mengaku tidak mengenal sosok IF. Mereka baru mengetahui sertifikat sudah atas nama orang lain dan dijaminkan ke bank pada Maret 2024.
Saat ini, kasus dugaan mafia tanah terkait aset milik Mbah Tupon telah dilaporkan ke Polda DIY pada April 2025.
Source | : | Kompas.com,Tribunnews.com |
Penulis | : | Fidiah Nuzul Aini |
Editor | : | Fidiah Nuzul Aini |