Namun siapa sangka, rencana kebijakan Dedi Mulyadi itu mendapat kritikan dari salah satu siswi SMA yang merupakan warga Cikarang, Kabupaten Bekasi yang digusur lantaran rumahnya berada di tanah negara Bantaran Kali Bekasi.
Remaja putri itu mengaku bersekolah di SMA 1 Cikarang Utara.
"Terus kalau ada biaya perpisahan harus bayar berapa?" tanya Dedi Mulyadi ke gadis SMA itu.
"Waktu itu sih sekitar Rp 1,2 juta doang pak," kata gadis SMA itu.
Melihat hal itu, Dedi Mulyadi jadi keheranan, pasalnya, terungkap bahwa ibu dari gadis SMA itu sehari-hari hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga. Sedangkan sang ayah berjualan botol bensin.
Namun ibu sang gadis justru setuju dengan keinginan dari putrinya itu untuk tetap adanya perpisahan sekolah. Padahal, perekonomiannya sedang sulit, dan rumahnya baru saja digusur.
Usut punya usut, hal itu lantaran sang ibu mengaku ingin mementingkan mental sang anak. Dan agar hal itu menjadi kenangan bagi anaknya itu di masa depan.
"Kalau buat mental anak sih saya setuju yang bayar sih. Soalnya kan emang enggak setiap ini apalagi SMA ya. Jadi ke depannya ya kalau enggak ada, kenangan kan ini," ucap ibu dari siswi SMA itu.
"Kalau bisa ada perpisahan tapi jangan terlalu membebani," imbuhnya.
Medengar hal itu, Dedi Mulyadi pun langsung memberikan jawaban cukup menohok.
"Ibu tinggal aja masih di bantaran sungai kenapa gaya hidup begininya. Sekarang teriak minta penggantian. Saya ngapain ngeluarin uang Rp10 juta buat ibu, sudah kasihin orang miskin aja yang lain," beber Dedi Mulyadi.
"Saya juga miskin," kata ibu itu.
"Ya miskin kan. Kenapa miskin gayanya orang kaya kan ini harus dibenerin cara berpikir begini," timpal Dedi Mulyadi (*)
Source | : | YouTube,TribunMedan.com |
Penulis | : | Siti M |
Editor | : | Siti M |