Grid.ID - Selingkuh bukan hanya persoalan moral di masa dewasa, tetapi bisa berakar dari cara seseorang dibesarkan sejak kecil. Pakar psikologi menyebut bahwa pola pengasuhan, konsistensi perhatian, dan kelekatan emosional sejak masa kanak-kanak punya pengaruh besar terhadap kemungkinan seseorang melakukan perselingkuhan di masa depan.
Perselingkuhan kerap dianggap sebagai masalah pribadi saat dewasa. Namun menurut Gary W. Lewandowski Jr., Ph.D., penulis Stronger Than You Think, benih perilaku selingkuh bisa tumbuh sejak masa kanak-kanak.
Mengutip Scary Mommy.com, Senin (5/5/2025), ia menjelaskan bahwa kecemasan ditinggalkan (abandonment issues) yang muncul karena hubungan tidak stabil dengan pengasuh utama—biasanya ibu—dapat memengaruhi cara seseorang membangun hubungan romantis di usia dewasa. Lewandowski menyebut bahwa ketika seorang anak merasa tidak cukup mendapat perhatian atau merasa ditinggalkan, perasaan tidak aman itu bisa terbawa hingga dewasa.
Hal itu mendorong mereka mencari validasi melalui hubungan di luar pasangan. Inilah salah satu akar yang bisa menjelaskan mengapa seseorang cenderung melakukan perselingkuhan, meski bukan satu-satunya faktor.
Namun, perceraian atau kesibukan orang tua bukanlah vonis mutlak yang membuat anak pasti akan tumbuh menjadi tukang selingkuh. Menurut Francyne Zeltser, PsyD, psikolog anak dan remaja dari Manhattan Psychology Group, yang terpenting adalah bagaimana orang tua tetap memberikan perhatian yang konsisten dan dapat diandalkan, bahkan di tengah kesibukan atau keterbatasan waktu. Anak-anak membutuhkan perhatian yang tidak hanya sering, tetapi juga dapat diprediksi.
Pola asuh yang aman bisa ditunjukkan lewat kebiasaan sederhana. Misalnya, dengan mendengarkan anak secara penuh saat makan malam atau sebelum tidur selama 10 menit.
Ini jauh lebih berdampak dibanding hadir secara fisik sepanjang hari tetapi sibuk dengan ponsel atau pekerjaan. Ketika anak merasa bahwa kehadiran orang tua bisa diandalkan, mereka tumbuh dengan rasa percaya diri dan tidak mencari perhatian secara berlebihan—yang kerap menjadi motif dasar dalam perselingkuhan.
Selingkuh seringkali juga berakar pada kebutuhan akan validasi. “Banyak yang selingkuh karena merasa tidak cukup dihargai atau dilihat,” kata Dr. Lewandowski.
Anak yang tumbuh tanpa apresiasi positif dari orang tua bisa mengembangkan pola perilaku mencari perhatian, bahkan dengan cara negatif. Dr. Zeltser menambahkan, orang tua seharusnya memberikan pujian bahkan ketika anak melakukan hal yang memang diharapkan, seperti menyelesaikan PR atau berbagi dengan saudaranya.
Alih-alih hanya menegur saat anak berperilaku buruk, orang tua perlu “menangkap” mereka saat berbuat baik. Ini akan membentuk kebiasaan positif dan memperkuat rasa berharga dalam diri anak.
Sebaliknya, jika anak hanya mendapatkan perhatian saat melakukan kesalahan, mereka bisa terbentuk menjadi pribadi yang manipulatif dalam hubungan, bahkan hingga dewasa. Itu juga karakter yang sering muncul pada pelaku perselingkuhan.
Baca Juga: Young Lex Cerai dari Eriska Nakesya, Isu Perselingkuhan dan Bukti Chat Ini Jadi Penyebabnya?
Source | : | scarymommy.com |
Penulis | : | Mia Della Vita |
Editor | : | Ayu Wulansari K |