Grid.ID- Benarkah perselingkuhan bisa picu penyakit kronis? Selama ini perselingkuhan dikenal sebagai penyebab luka emosional dalam hubungan.
Namun, sebuah studi terbaru mengungkap dampak yang lebih serius. Yaitu, infeksi batin akibat diselingkuhi bisa berujung pada penyakit kronis.
Bagaimana bisa sakit hati merusak kesehatan jangka panjang? Inilah penjelasan terkait alasan perselingkuhan bisa picu penyakit kronis.
Sebuah studi yang dimuat dalam Journal of Social and Personal Relationships mengungkap bahwa dampak perselingkuhan tak hanya soal luka batin atau trauma emosional. Dikutip dari Psypost.org, Rabu (28/5/2025), penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang pernah diselingkuhi pasangannya cenderung mengalami masalah kesehatan kronis di kemudian hari. Bahkan, kondisi ini bisa tetap bertahan meskipun mereka telah menjalin hubungan baru yang lebih sehat dan suportif.
Penelitian ini dilakukan oleh Vincent Y. S. Oh, dosen di Singapore University of Social Sciences. Ia menjelaskan bahwa meski perselingkuhan cukup umum terjadi, topik ini masih jarang diteliti secara ilmiah, khususnya terkait pengaruhnya terhadap kesehatan kronis.
Dalam sebuah meta-analisis sebelumnya, disebutkan bahwa sekitar 34 persen pria dan 24 persen wanita pernah berselingkuh. Namun, sebagian besar studi sebelumnya lebih fokus pada dampak psikologis seperti kecemasan, depresi, dan penurunan harga diri. Belum banyak yang menggali konsekuensi jangka panjang terhadap kesehatan fisik.
Untuk mengisi celah dalam penelitian sebelumnya, tim peneliti menggunakan data dari survei berskala nasional bernama Midlife Development in the United States (MIDUS). Mereka meneliti 2.579 partisipan dengan rentang usia 33 hingga 84 tahun.
Para partisipan ini telah mengikuti dua gelombang survei yang berjarak sembilan tahun. Survei ini mencakup informasi soal hubungan pribadi, kondisi kesehatan, hingga latar belakang demografis.
Hasil studi menunjukkan bahwa mereka yang pernah menjadi korban perselingkuhan memiliki risiko lebih tinggi mengalami penyakit kronis seperti jantung, diabetes, hingga migrain. Efek ini tetap terlihat bahkan setelah memperhitungkan faktor usia, jenis kelamin, pendapatan, dan tingkat pendidikan. Dalam kata lain, pengalaman diselingkuhi secara langsung berkaitan dengan memburuknya kesehatan fisik jangka panjang.
Studi ini juga menguji apakah dukungan dari teman atau keluarga bisa mengurangi efek buruk tersebut. Hasilnya mengecewakan.
Hubungan sosial yang kuat ternyata tidak cukup ampuh menetralkan dampak buruk perselingkuhan terhadap kesehatan kronis. Meski kehadiran teman dan keluarga penting secara emosional, mereka tak mampu sepenuhnya melindungi tubuh dari kerusakan yang disebabkan oleh stres akibat pengkhianatan cinta.
Baca Juga: 5 Strategi yang Sering Dilakukan Pelaku untuk Menyembunyikan Perselingkuhan
Peneliti menyebut efek yang ditemukan termasuk dalam kategori “kecil”, namun tetap memiliki arti penting dalam konteks kesehatan masyarakat. Meski tak menyebabkan penyakit secara langsung, perselingkuhan bisa menjadi pemicu stres berat. Stres ini memicu peradangan dalam tubuh, memperlemah sistem imun, dan dalam jangka panjang berpotensi memperburuk kondisi kronis.
Menariknya, penelitian ini juga menemukan bahwa faktor sosial-ekonomi turut memengaruhi dampaknya. Individu dari kelompok berpenghasilan rendah dan minoritas etnis lebih rentan mengalami gangguan kesehatan setelah diselingkuhi. Dengan kata lain, mereka yang sudah berada dalam posisi rentan secara sosial dan ekonomi akan semakin dirugikan ketika menghadapi trauma pengkhianatan.
Oh menekankan bahwa masyarakat perlu menyadari seriusnya dampak perselingkuhan. Tak hanya menghancurkan hubungan, tindakan ini juga bisa memperparah kesehatan seseorang. Mereka yang merasa kesulitan mengatasi efek emosional akibat diselingkuhi disarankan untuk mencari bantuan profesional, seperti konseling atau terapi psikologis.
Meski demikian, studi ini juga memiliki keterbatasan. Data diperoleh dari laporan mandiri para partisipan. Artinya, akurasi informasi tergantung pada seberapa jujur atau akurat ingatan mereka saat menjawab. Selain itu, studi ini tidak mengungkap kapan perselingkuhan terjadi atau dalam konteks apa, apakah hanya sebatas emosional atau sudah bersifat fisik.
Oh menutup dengan pernyataan sederhana namun penuh makna. “Tolong setialah pada pasangan Anda," katanya.
Penelitian ini menjadi yang pertama menunjukkan bahwa perselingkuhan bisa picu penyakit kronis. Ini mengingatkan kita bahwa konsekuensi dari pengkhianatan tidak berhenti pada tangisan atau perceraian saja.
Luka di hati bisa berubah menjadi luka di tubuh. Maka dari itu, menjaga kesetiaan bukan hanya soal etika, tapi juga soal kesehatan. (*)
Source | : | Psypost |
Penulis | : | Mia Della Vita |
Editor | : | Nesiana |