Grid.ID - Penyitaan uang sebesar Rp 11,8 triliun dalam kasus ekspor Crude Palm Oil (CPO) menjadikan perkara Wilmar Group sebagai sorotan nasional. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap kronologi kasus Wilmar Group ini pada Selasa, (17/6/2025).
Uang tersebut merupakan hasil penyitaan dari lima anak perusahaan di bawah naungan Wilmar Group yang terlibat dalam pemberian fasilitas ekspor CPO secara ilegal selama periode Januari 2021 hingga Maret 2022. Kelima perusahaan tersebut adalah PT Multimas Nabati Asahan, PT Multinabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Adapun total dana yang berhasil disita mencapai Rp 11.880.351.802.619. Namun karena keterbatasan tempat, hanya Rp 2 triliun yang bisa ditampilkan ke publik saat konferensi pers. Lantas, bagaimanakah awal mula kronologi kasus Wilmar Group ini hingga terkumpul uang triliunan?
Dikutip dari Kompas.com, Kamis (19/6/2025), kasus ini bermula ketika tiga korporasi besar yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group terlibat dalam korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) Januari 2021 sampai dengan Maret 2022. Namun pada 19 Maret 2025, ketiganya dibebaskan dari semua tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Padahal majelis hakim menyatakan bahwa ketiga perusahaan tersebut terbukti melakukan pelanggaran hukum, tapi perbuatan mereka tidak dianggap sebagai tindak pidana. Putusan ini kemudian memicu kontroversi.
Tiga hakim yang terlibat dalam perkara tersebut, bersama Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, diduga menerima suap senilai Rp 60 miliar. Hal ini menyebabkan Kejagung menetapkan ketiga hakim tersebut sebagai tersangka.
Sementara itu, berdasarkan pernyataan resmi dari Kejaksaan Agung, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjatuhkan tuntutan kepada para terdakwa berupa kewajiban membayar denda dan uang pengganti kerugian negara. Untuk terdakwa PT Wilmar Group, JPU menuntut agar perusahaan tersebut membayar denda sebesar Rp 1 miliar serta uang pengganti senilai Rp 11.880.351.802.619.
Apabila uang tersebut tidak dibayarkan, maka aset milik Tenang Parulian selaku Direktur dapat disita dan dilelang. Bila hasil lelang masih tidak mencukupi, maka Tenang Parulian akan dikenakan pidana penjara pengganti selama 19 tahun.
Sementara itu, terdakwa dari Permata Hijau Group diwajibkan membayar denda sejumlah Rp 1 miliar dan mengganti kerugian negara sebesar Rp 937.558.181.691,26. Jika pembayaran tidak dilakukan, aset milik David Virgo sebagai pengendali lima entitas di bawah Permata Hijau Group akan disita untuk dilelang. Jika hasil penyitaan tidak menutup kerugian tersebut, David Virgo akan dikenakan pidana penjara pengganti selama 12 bulan.
Adapun terdakwa Musim Mas Group dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti senilai Rp 4.890.938.943.794,1. Bila uang tersebut tidak diserahkan, maka harta milik pihak-pihak pengendali Musim Mas Group, termasuk Direktur Utama Ir. Gunawan Siregar dan sejumlah individu lainnya, akan disita dan dilelang. Apabila hasil penyitaan tidak mencukupi, masing-masing dari pengendali tersebut akan dikenakan pidana penjara selama 15 tahun.
Jaksa meyakini bahwa seluruh terdakwa telah melakukan pelanggaran terhadap dakwaan primair, yaitu Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Baca Juga: Kronologi Dana Desa Tapandullu Hilang Digondol Maling, Uang Tunai Rp 388 Juta Raib dalam 5 Menit
Source | : | Kompas.com,Tribunnews.com |
Penulis | : | Mia Della Vita |
Editor | : | Winda Lola Pramuditta |