Grid.ID- Terdapat pertanyaan mengenai mengapa malam satu Suro penuh dengan mitos dan juga mistis. Ternyata begini makna tradisi tahunan tersebut menurut budayawan Solo.
Malam satu Suro kerap kali dikaitkan dengan nuansa mistis, larangan, hingga berbagai mitos yang dipercaya turun-temurun oleh masyarakat Jawa. Adapun, malam satu Suro merupakan pertanda dimulainya tahun baru dalam kalender Jawa yang diciptakan oleh Sultan Agung, dan merupakan perpaduan antara kalender Saka (Hindu) dan kalender Hijriah (Islam).
Melansir dari TribunSumsel.com, malam satu Suro tahun 1959 Jawa jatuh pada Kamis malam, 26 Juni 2025. Hal ini lantaran satu Suro 1959 bertepatan pada Jumat 27 Juni 2025.
Bagi masyarakat Jawa, malam ini dianggap sebagai malam yang sakral dan diperingati dengan berbagai ritual, seperti tirakat (menahan hawa nafsu) dan semedi (bermeditasi). Seiring waktu, berbagai mitos dan cerita mistis ikut menyertai malam satu Suro ini.
Salah satu mitos yang paling dikenal yaitu cerita tentang pasukan Nyai Roro Kidul dari Laut Selatan menuju keraton di malam hari. Mitos tersebut kerap kali disertai dengan larangan bagi orang-orang yang memiliki weton Tulang Wangi.
Weton Tulang Wangi yaitu seperti Senin Kliwon, Rabu Wage, atau Sabtu Legi. Di malam satu Suro tersebut, mereka dihimbau untuk tidak keluar rumah karena dipercaya rentan menjadi sasaran makhluk gaib.
"Itu disebut lampor, suaranya seperti angin yang kenceng dan sebagainya, harapannya masyarakat berdiam diri di dalam rumah supaya tidak terkena aura negatif dari pasukan Kanjeng Ratu Kidul yang ke keraton," ujar Budayawan Solo, Tunjung W. Sutirto.
Tunjung menjelaskan bahwa mitos seperti ini berkembang di masyarakat yang dulu masih terisolasi, ketika akses informasi dan komunikasi belum seperti saat ini. Namun, dengan kemajuan di era digital, kepercayaan ini semakin berkurang, meskipun masih ada sebagian orang yang fanatik, namun tidak lagi menjadi hal umum.
“Kebudayaan tidak bersifat stagnan. Dulu, desa-desa masih terpisah oleh keterbatasan komunikasi, transportasi, dan ikatan geografis, sehingga kepercayaan tersebut dianggap benar pada zamannya,” ujarnya, dilansir Grid.ID dari Kompas.com.
Lebih lanjut, Tunjung menambahkan bahwa mitos mengenai pasukan Nyai Roro Kidul dan larangan keluar rumah pada malam Satu Suro kemungkinan muncul dari kondisi alam pada masa itu. Saat memasuki bulan Suro, wilayah Jawa biasanya mengalami musim kemarau dengan angin malam yang kencang, yang kemudian dianggap sebagai lampor atau rombongan pasukan Nyai Roro Kidul.
“Fenomena alam ini kemudian diinterpretasikan sebagai tanda bahwa Kanjeng Ratu Kidul sedang menuju keraton, terutama karena suasana malam hari yang dingin dan suara angin kencang menyerupai kerumunan yang bersuara ramai,” jelasnya.
Baca Juga: Sejarah dan Mitos Malam Satu Suro dalam Adat Masyarakat Jawa, Ternyata Ada Pantangannya
Source | : | TribunSumsel.com,Kompas |
Penulis | : | Faza Anjainah Ghautsy |
Editor | : | Ayu Wulansari K |