Boenjamin Setiawan menduduki peringkat kedelapan dengan total aset kekayaan sebesar 3,2 miliar dollar atau senilai lebih dari Rp 46 triliun.
Boenjamin Setiawan, yang memiliki gelar doktor dalam bidang farmakologi, mendirikan Kalbe Farma di sebuah garasi pada tahun 1966 dengan lima saudara kandungnya.
Baca Juga : Ciuman Rihanna Taklukan Orang Terkaya di Arab, Ini Buktinya
Kalbe Farma sekarang adalah perusahaan farmasi terbesar di Indonesia.
Perusahaan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada tahun 1991; Setiawan dan saudara-saudaranya bersama-sama memiliki 48%.
"Dr. Boen," begitu ia dijuluki, juga mengendalikan Mitra Keluarga yang diperdagangkan secara publik, yang mengoperasikan 12 rumah sakit.
Baca Juga : Bill Gates Orang Terkaya Di Dunia Ternyata Larang Anaknya Pakai Ponsel
9. Jogi Hendra Atmadja
Jogi Hendra Atmadja menduduki peringkat kesembilan dengan total aset kekayaan sebesar 3,1 miliar dollar atau senilai lebih dari Rp 45 triliun.
Jogi Hendra Atmadja adalah kepala Mayora Group, salah satu perusahaan makanan terbesar di Indonesia yang menjual kopi, sereal, permen, biskuit, dan banyak lagi.
Mayora Group menjual mereknya, termasuk Kopiko, Danisa dan Roma, di lebih dari 90 negara dan mempekerjakan hingga 30.000 orang.
Baca Juga : Mengejutkan, Istri Orang Terkaya di Dunia Ini Rela ke Jogja Hanya Untuk Cari Nyamuk
Keluarganya adalah imigran Cina yang mulai membuat biskuit di rumah pada tahun 1948 dan secara resmi membentuk Mayora Group pada tahun 1977.
Atmadja dan keluarganya, termasuk saudara laki-laki dan sepupu, memiliki 75% saham di PT Wedaah Indah yang diperdagangkan oleh publik, perusahaan andalan grup tersebut.
10. Prajogo Pangestu
Prajogo Pangestu menduduki peringkat kesepuluh dengan total aset kekayaan sebesar 3 miliar dollar atau senilai lebih dari Rp 43 triliun.
Baca Juga : Bonus Asian Games 2018 : Jawaban Bambang Hartono Saat Tahu Uang Bonus Sudah Ditransfer ke Rekeningnya
Prajogo Pangestu memulai kariernya di bisnis kayu pada akhir tahun 1970-an.
Perusahaannya ialah PT Barito Pacific Timber yang menjadi perusahaan publik pada tahun 1993 dan berganti nama menjadi Barito Pacific setelah mengurangi bisnis perkayuannya pada tahun 2007.
Pada tahun 2007, Barito Pacific mengakuisisi 70% dari perusahaan petrokimia Chandra Asri, yang juga berdagang di Bursa Efek Indonesia.
Pada tahun 2011 Chandra Asri bergabung dengan Tri Polyta Indonesia dan menjadi produsen petrokimia terintegrasi terbesar di negara itu.
Chandra Asri Petrochemical bekerja sama dengan produsen ban Perancis Michelin pada tahun 2015 untuk mengembangkan pabrik karet sintetis di Indonesia. (*)
Source | : | forbes.com,www.xe.com |
Penulis | : | Novita Desy Prasetyowati |
Editor | : | Novita Desy Prasetyowati |