Find Us On Social Media :

Apa Kabar Gang Dolly Sekarang? Ini Perubahannya yang Membuat Heran

By Alfa Pratama, Minggu, 2 April 2017 | 03:24 WIB

Wisatawan dari berbagai daerah memilih kain batik di Rumah Batik Putat Jaya, Surabaya

Grid.ID - Dulu gang Dolly terkenal sebagai tempat prostitusi terbesar se-Asia Tenggara.

Namun, kini gang Dolly sudah berubah dan perubahannya membuat kamu takjub. 

Gang Dolly kini berubah menjadi sentra kerajinan.

Pada awal berdirinya, sentra pelatihan batik di Kelurahan Putat Jaya, Surabaya, dikhususkan untuk pembelajaran bagi warga sekitar.

Setahun pasca-berdirinya, Rumah Batik sukses menarik warga di luar Putat Jaya mau belajar batik di tempat eks lokalisasi yang populer disebut Dolly tersebut.

Ketertarikan para warga lain daerah belajar membatik setelah mengetahui prestasi Rumah Batik yang mendapat penghargaan dalam event kejuaraan membatik tingkat provinsi Jatim, tahun lalu.

(BACA JUGA  Cak Nur Bikin Bakso Beranak di Jl. Ngagel, Surabaya)

Rumah Batik Putat Jaya memiliki motif batik yang khas yakni motif daun dan buah jarak.

"Kini yang datang ke sini, ada dari Kelurahan Benowo, Dupak, hingga Rungkut," ujar Mulyadi Gunawan, seorang pembimbing batik di tempat ini, yang dikutip Grid.ID dari travel.tribunnews.com.

Keinginan Pemerintah Kota Surabaya menjadikan Rumah Batik berkembang dan terkenal tak lepas dari ambisi kuat untuk mengubah citra negatif kawasan yang dulunya dikenal dengan nama Gang Dolly, sebuah hot spot bisnis prostitusi terbesar di Asia Tenggara.

"Memang Rumah Batik di gang 8B Putat Jaya ini hadir sebagai dampak dari penutupan Dolly," kata pria ayang krab dipanggil Pengki ini.

Kini, setiap harinya Gang 8B tak pernah sepi dikunjungi ibu-ibu, pelajar, bahkan wisatawan lokal atau mancanegara.

Ada banyak aktivitas yang bisa dikerjakan di Rumah Batik, misal saja latihan membuat batik, diskusi, melihat produksi aneka batik serta berjual beli.

"Tempat ini bukan koperasi. Sehingga, tak ada anggota tetapnya. Tiap hari, yang datang ke sini silih berganti," ujar Pengki di sela kesibukannya membantu para peserta pelatihan membatik.

"Siapa saja bisa berlatih di sini tanpa memandang latar belakang. Semua silakan bergabung," imbuhnya.

(BACA JUGA Inilah Kopi "Raja Salman", Ciciplah di Surabaya )

Dongkrak UKM

Keberadaan pelatihan membatik di tempat ini sedikit banyak bisa mendongkrak pemasaran UKM Batik yang juga ada di tempat ini.

Untuk diketahui, di Kelurahan Putat Jaya ada tiga kelompok UKM yang memproduksi batik, yakni Canting Surya di gang 6B, Alpujabar (gang 9), dan Jarak Arum (gang 2).

"Putat Jaya sebenarnya memiliki beberapa sentra batik di beberapa gang. Dengan adanya rumah Batik ini, nama beberapa UKM ini juga semakin naik," kata Pengki.

Rumah Batik tak hanya didatangi para pemula, tapi juga kalangan profesional di bidang garmen.

Surya sempat bertemu dengan Trikusumawati, pemilik UKM dari Dupak, yang asyik berlatih membatik.

"Saya ingin menambah ide motif batik. Dengan belajar bersama ibu-ibu di sini, juga semakin memperluas jaringan," kata Trikusumawati.

Digilai turis asing

Lebih dari 20 warga negara asing asal Brunei Darussalam mengunjungi Rumah Batik di kawasan Putat Jaya.

Mereka didampingi petugas Pemerintah Kota Surabaya.

Kunjungan wisatawan mancanegara ke lokasi eks lokalisasi prostitusi Dolly itu sudah berlangsung berkali-kali.

Bulan lalu, ada kunjungan dari Korea Selatan dan Malaysia.

"Ada delegasi asing yang sedang studi banding di Surabaya, atau mahasiswa luar negeri yang sedang belajar di Surabaya," kata Pengki.

Dalam tiap kunjungan, para wisatawan asing bisa berlatih membatik, mulai dari membuat pola hingga pewarnaan.

"Tapi yang paling senang kalau orang bule yang datang ke sini lalu memborong produk batik buatan warga. Jadi, sekalian bisa jadi tempat pemasaran," lanjutnya.

Namun, sebagian yang lain datang ke Putat Jaya untuk melihat dari dekat perubahan sosial yang terjadi pasca ditutupnya lokalisasi Dolly.

Wajar, karena dulunya lokasi ini kental dengan bisnis esek-esek.

"Dengan adanya bisnis Batik ini, citra Putat akan semakin positif," ungkap Pengki. (*)