Find Us On Social Media :

Beredar Himbauan Tonton Film G30S/PKI, Orang Tua Harus Selektif, Ternyata Bisa Berbahaya Bagi Psikologi Anak

By Ahmad Rifai, Rabu, 20 September 2017 | 22:14 WIB

Ilustrasi | Television Watch

Laporan Wartawan Grid.ID, Ahmad Rifai

Grid.ID - Menjelang akhir bulan September atau di awal bulan Oktober, pembahasan seputar tragedi 65 akan selalu ramai diperbincangkan.

Bagi seorang sejarawan, John Roosa, tragadi di tahun 1965 dan sesudahnya adalah tahun yang tak pernah berakhir.

" >

Di tahun ini, jalinan antar generasi, sebelum tragedi 65 dan sesudahnya, terputus.

Tiap tahun, isu ini pasti akan terus diperbincangkan bagai mimpi buruk yang tak pernah selesai.

(Baca juga: Anak Bisa Muntahkan Jantung, Hidup Malang Hanya Bersama Sang Ibu, Videonya Menyayat Hati)

Tahun ini berbeda, karena ditambah makin ramai dengan kicauan di dunia daring.

Muncul kontroversi seputar rencana pemutaran kembali film G30S/PKI.

" >

Dikutip wartawan Grid.ID, Ahmad Rifai, dari Kompas, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo memerintahkan kepada seluruh jajaran TNI dan menghimbau masyarakat untuk memutar film yang sebenarnya telah dihentikan tayang sejak 1998.

Kembali dikutip dari Kompas, film produksi Perum Produksi Film Negara (PPFN) ini dibuat pada tahun 1984.

(Baca juga: Tidak Hanya Peselisihan, Nafa Urbach Gugat Cerai Zack Lee Diduga Karena Ini...?)

Film ini disutradari dan ditulis oleh Arifin C Noer.

Diproduksi selama 2 tahun dengan memakan anggaran sebesar 8 ratus juta kala itu.

" >

Oleh para pembuatnya, ini merupakan film dokudrama, sebuah film drama dokumenter.

Bukan film dokementer.

(Baca juga: Pria Ini Dipaksa Masuk ke Dalam Lubang, Setelah Dia Keluar, Ternyata Mengejutkan!)

Film dokumenter adalah jenis film yang mendokumentasikan kenyataan.

Sedang film dokudrama menampilkan reka ulang yang didramatisasi dari peristiwa sejarah sebenarnya.

Selesai dibuat, film ini rutin diputar di bioskop nasional dan TVRI, kurang lebih beredar selama 13 tahun.

Kembali dikutip dari Kompas, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo beralasan ingin mengajak warga negara untuk tak lupa dengan sejarah kelam Indonesia.

(Baca juga: Ucapkan Hinaan Setelah Berhubungan Badan, Ini Dia Kronologi dan 6 Fakta Pembunuhan Bos Bakmi Cipondoh, Pelaku Ternyata Karyawannya!)

" >

Namun, kembali dikutip dari Kompas, ketua Sekretariat Nasional Perlindungan Anak (Seknas PA), tak setuju dengan rencana pemutaran film G30S/PKI.

Samsul Ridwan mengajak semua pihak untuk berpikir.

Apakah dengan pemutaran film ini secara terbuka akan benar memberikan edukasi kepada anak-anak?

"Ada adegan pembunuhan, pembantaian, penculikan, dan sebagainya."

(Baca juga: Gugat Cerai Zack Lee, Nafa Urbach Tetap Setia dengan Penampilannya yang Seperti Ini)

" >

Tentu akan, "berpengaruh pada psikologi anak."

"Dikhawatirkan, film ini dapat menimbulkan dendam dan mengintimidasi," untuk melakukan kekerasan.

Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, sebelumnya tak keberatan dengan rencana pemutaran kembali film ini.

Kembali dikutip dari Kompas, baginya film ini sangat baik untuk mengenalkan sejarah kepada generasi muda Indonesia.

(Baca juga: Musdalifah Kaget Saat Suaminya Bawa Istri Muda ke Rumahnya)

" >

Sedang Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti, punya argumen yang bersebrangan.

Dikutip kembali dari Kompas, film ini tak layak dipertontonkan kepada anak-anak.

Ini dapat membahayakan psikologi anak-anak.

Baginya, masih ada film sejarah yang lebih mendidik dan layak disaksikan anak-anak.

(Baca juga: Mantan Personil T2 Ini Putuskan Berhijab, Begini Penampilannya Sekarang, Makin Cantik?)

Atas dasar pertimbangan ini, KPAI menghimbau para orang tua harusnya mementingkan hal terbaik bagi anak-anaknya.

Presiden RI saat ini, Joko Widodo, juga menanggapi kabar hangat ini.

Kembali dikutip dari Kompas, Presiden RI menekankan bahwa menonton film, apalagi sejarah, tentu penting.

Tapi bagi generasi milenial, seharusnya dibuatkan lagi film yang lebih sesuai.

(Baca juga: Viral! Dirampok, Mahasiswa Ini Berjuang Lindungi Barang Paling Penting di Hidupnya, Coba Tebak Apa?)

Harus lebih cocok dengan gaya para milenial yang kekinian.

Merespon saran Presiden RI, Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan, Hilmar Farid, siap untuk memproduksi versi terbaru film tentang tragedi 65.

Dirjen Kebudayaan yang dilantik pada 31 Desember 2015 ini mengaku pihaknya siap untuk menyanggupi permintaan Presiden RI.

Menurutnya, setidaknya ada 2 hal yang harus diperhatikan terkait rencana pembuatan film ini.

(Baca juga: Setelah Berbulan Madu, Fairuz A Rafiq Langsung Jadi Begini, Diapain ya Sama Suaminya?)

" >

Pertama, isi cerita dalam film harus memuat temuan baru soal tragedi tersebut.

Sebab, ada banyak dokumen dan riset baru yang memungkinkan untuk dapat melengkapi cerita.

Kedua, bukan perkara mudah menceritakan sejarah kepada generasi milenial.

Sebab, generasi ini tak memiliki informasi sejarah dan fokus perhatian yang sudah berbeda.

(Baca juga:  5 Posisi Bercinta Ini Bisa Bikin Kamu Merasa Lebih Intim dengan Pasangan, Ada Posisi Seperti Sendok Juga loh)

Agar lebih mengenal generasi milenial, perlu adanya kordinasi dengan lembaga lain, misalnya Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Badan Ekonomi Kreatif.

Paling penting lagi, apa sebenarnya yang ingin dicapai dalam film versi baru ini?

Hilmar Farid menekankan film ini harusnya menguatkan karakter dan identitas Bangsa Indonesia.

Dia berpendapat, kontribusi film sejarah harusnya demikian.

(Baca juga: Hati-Hati, Unduh Aplikasi Ini, Banyak Warga Dikeluarkan dari Pekerjaannya, Ternyata Ini Alasan Pemerintah)

" >

bukan justru memperpanjang pro dan kontra.

Penting untuk berdiskusi dengan para pembuat film.

Sebelum dibuat, terlebih dahulu harus ditinjau ulang kembali film sebelumnya.

Apa yang kurang dan bagaimana alur cerita film versi baru yang akan dibuat.

Hal ini dilakukan agar lebih profesional dalam pembuatannya.(*)