Find Us On Social Media :

Masa Kecil Brenton Tarrant Si Pelaku Penembakan Masjid di Selandia Baru Terungkap, Pernah Jadi Korban Bully Seisi Desa Karena Berbadan Gendut

By Agil Hari Santoso, Senin, 18 Maret 2019 | 15:39 WIB

Teman sekolah ungkap masa kecil pelaku penembakan masjid di Selandia Baru, Brenton Tarrant.

 

Grid.ID - Peristiwa penyerangan teroris di masjid kota Christchurch, Selandia Baru, menyisakan duka yang mendalam bagi masyarakat dunia.

Insiden penembakan massal yang terjadi pada Jumat (15/3/2019) kemarin, menggemparkan publik, termasuk rakyat Indonesia.

Bagaimana tidak, penembakan keji itu terjadi di saat para korban tengah melaksanakan ibadah salat jumat.

Baca Juga : Kisah Pilu Seorang Jamaah Masjid Di Christchurch, Pura-pura Mati Agar Lolos dari Penembakan Brutal

Terlebih lagi, serangan teroris ini terjadi di dua masjid sekaligus, yakni Masjid Al Noor dan Masjid Linwood.

Tak sampai disitu, kejadian mengerikan ini disebarkan di media sosial Facebook secara livestreaming oleh sang pelaku, Brenton Tarrant (28).

Peristiwa penembakan ini membuat 50 orang meninggal dunia. dan 12 orang korban dirawat karena berada dalam kondisi kritis.

Baca Juga : Ilustrasikan Pembunuhan Umat Muslim di Masjid Al Noor, Atta Halilintar Tuai Kritik

Dikutip dari Daily Mail, pelaku penembakan Brenton Tarrant, awalnya hanyalah seorang bocah kampung biasa.

Ia tumbuh di sebuah desa kecil bernama Grafton, yang berlokasi di negara bagian New South Wales, Australia.

Seseorang teman sekolah pelaku penembakan, Daniel Tuite, mengaku tak menyangka jika Brenton Tarrant tega membunuh puluhan orang tak berdosa.

Ia pun heran akan tindakan Brenton Tarrant yang seperti memusuhi umat muslim di Selandia Baru.

Padahal menurut Daniel, Brenton tak pernah sekalipun bertemu dengan orang muslim di desanya.

Baca Juga : Kesaksian Satu Keluarga dari Aceh yang Lolos dari Peristiwa Penembakan di Masjid Christchurch, Selamat Karena Hujan dan Mobil yang Rusak

Sebagai teman, Daniel tahu seluk beluk perilaku Brenton Tarrant saat masih duduk di bangku sekolah.

Daniel berkata jika pelaku penembakan memang suka menyendiri sejak dari kecil.

Brenton Tarrant dikenal sebagai pribadi yang lebih memilih memendam masalahnya sendiri, dan tak menceritakannya ke orang lain.

Termasuk saat Brenton Tarrant di-bully oleh anak-anak seumurannya, tepatnya pada tahun 2005.

Baca Juga : Aurel Hermansyah Posting Foto Saat Kenakan Hijab di Masjid Biru Turki, Komentar Ashanty Jadi Sorotan!

Berdasarkan pengakuan Daniel, Brenton Tarrant dulu merupakan bocah gendut yang menjadi anggota tim rugby desanya.

Bukannya jadi pemain tetap, Brenton kecil malah menjadi bahan bully-an teman-temannya karena memiliki tubuh yang gendut.

"(Desa) Grafton bisa menjadi tempat yang kejam. Jika kamu memiliki tubuh gendut, orang-orang akan menilaimu sebagai orang yang tak berguna, dan kamu akan jadi sasaran bully," ungkap Daniel, dikutip Grid.ID dari Daily Mail.

Baca Juga : Terungkap, Arti Gestur Tangan Teroris Penembakan Masjid di Selandia Baru yang Ditunjukan Sambil Nyengir, Ada Kode Tersembunyi di Baliknya!

Walau menjadi bulan-bulanan orang karena bertubuh gendut, Brenton tetap tak mau bercerita kepada orang lain.

"Mungkin karena itu dia (Brenton) lebih memilih menyendiri," tambah Daniel Tuite.

Tak ada yang tahu, bocah gendut yang dulu menjadi bahan bully-an, malah menjadi teroris keji yang tega membunuh 50 orang tak berdosa.

Baca Juga : Teroris Penembakan Masjid Selandia Baru 'Nyengir' dan buat Gestur Ini saat Jalani Sidang Perdananya

Tak cuma temannya saja yang terkejut akan kejahatan yang dibuat Brenton, namun juga pihak keluarga.

Sepupu pelaku, yang masih memiliki hubungan darah, bahkan ikut mengutuk perbuatan keji Brenton.

Baca Juga : Kisah Heroik Naeem Rashid, Terjang Pelaku Penembakan Masjid Al Noor dengan Tangan Kosong Demi Lindungi Putranya dan Jamaah Lain

Sepupu pelaku yang bernama Donna Cox ini, sampai menganggap Brenton Tarrant sebagia orang yang mentalnya sudah sangat sakit.

Walau masih bekeluarga dengan pelaku, Donna Cox meminta agar pihak berwajib memberikan hukuman mati untuk sepupunya itu.

"Aku tahu yang pantas untuknya. Dia pantas mendapatkan hukuman mati untuk apa yang telah ia lakukan. Rasanya sakit saat mengingat bahwa dia (pelaku) merupakan keluargaku," ucap Donna Cox. (*)