Find Us On Social Media :

Potret Mengerikan Lembah Nagoro, Desa Paling Menyeramkan di Jepang yang Hanya Dihuni Boneka

By None, Sabtu, 27 Juli 2019 | 20:25 WIB

Potret Mengerikan Lembah Nagoro, Desa Paling Menyeramkan di Jepang yang Hanya Dihuni Boneka

Grid.ID - Untuk kamu yang senang mengunjungi daerah wisata seram sembari uji nyali, bisa menyambangi tempat di Jepang yang bernama Lembah Nagoro.

Kesan menyeramkan bisa kamu dapatkan di Lembah Nagoro, desa terseram di Jepang yang hanya dihuni boneka ini.

Menjadi desa yang ditinggalkan, Lembah Nagoro kini hanya dihuni ratusan boneka yang ditata seolah-olah penduduk yang sedang beraktivitas.

Baca Juga: 10 Cara Menyimpan Makanan yang Tepat Agar Tetap Segar dan Tahan Lama

Melansir laman Unusual Place, Lembah Nagoro terletak di pulau Shikoku, 550 kilometer di barat daya Tokyo, Jepang.

Lembah Nagoro adalah salah satu wilayah terpencil di Jepang yang memiliki penduduk kurang dari 100 orang.

Sebelum era reformasi, Lembah Nagoro adalah salah satu wilayah tambang dan industri yang ramai penduduk.

Terletak di tengah-tengah lembah barisan pegunungan di Pulau Shikoku yang dilintasi oleh aliran sungai berarus deras membuat Lembah Nagoro sempat menjadi primadona wisata dan industri di masanya.

Baca Juga: Komentari Unggahan Gaji Rp8 Juta Lulusan UI yang Viral, Dian Sastro Bongkar Jumlah Gaji Pertamanya

Namun, seiring bertambah majunya teknologi dan perekonomian rakyat Jepang, lembah Nagoro lambat laun mulai kehilangan kilaunya.

Satu per satu tambang dan pabrik industri yang sempat menjadi jantung utama Lembah Nagoro mulai gulung tikar karena terkendala masalah finansial.

Para penduduk pun secara perlahan mulai meninggalkan Lembah Nagoro demi masa depan yang lebih baik.

Pernah ditempati lebih dari 500 penduduk, Lembah Nagoro kini hanya memiliki 37 orang penduduk saja.

Baca Juga: Komentari Unggahan Gaji Rp8 Juta Lulusan UI yang Viral, Dian Sastro Bongkar Jumlah Gaji Pertamanya

Salah satunya adalah Ayano Tsukimi, salah satu penduduk asli Lembah Nagoro yang berusia 67 tahun.

Ayano adalah salah satu penduduk Lembah Nagoro yang lahir dan tumbuh besar di wilayah tersebut.

Setelah bertahun-tahun mengadu nasib di Osaka, Jepang, Ayano akhirnya memutuskan untuk kembali ke Lembah Nagoro dan menghabiskan masa hidupnya disana.

Namun akibat pertumbuhan laju ekonomi yang kuat, Ayano menemukan kampung halamannya tidak seramai dan semenyenangkan seperti dulu ketika ia masih kecil.

Baca Juga: Hati-hati, Terlalu Sering Pakai Skinny Jeans Bisa Berdampak Negatif Pada Organ Intim!

Terlebih lagi ketika harus menghadapi sedihnya ditinggalkan oleh sosok sang ayah.

Bertekad mengusir rasa sepi yang mengganggu hatinya, Ayano pun mulai membuat boneka kain yang mirip seperti sosok sang ayah.

Berawal dari itulah, Ayano akhirnya perlahan mulai membuat boneka lainnya yang mirip dengan tetangganya.

Alasan Ayano melakukan hal ini adalah untuk mengusir rasa sepi.

Baca Juga: Resmi Menikah, Donna Harun akan Gelar Resepsi di Bali

Boneka-boneka ini dibuat seukuran aslinya dengan tongkat kayu, koran untuk mengisi tubuh, kain elastis untuk kulit dan wol rajut untuk rambut.

Setelah jadi boneka-boneka ini disusun Ayano di seluruh pelosok Lembah Nagaro dalam berbagai aktivitas yang membuat mereka tampak hidup.

Mulai dari bekerja di ladang, menjaga toko hingga menunggu bus di halte.

Ayano bahkan mengisi gedung sekolahan yang ada di Lembah Nagaro dengan boneka buatannya.

Baca Juga: Tetap Kalem Meski Sedang Marah, 5 Zodiak ini Dikenal Paling Jago Menahan Emosi

Aksi yang dilakukan Ayano ini jelas menarik para turis tertarik mengunjungi Lembah Nagaro.

Kebanyakan mereka menganggap apa yang dilakukan Ayano ini tidak masuk akal dan membuat mereka takut.

Tapi tidak sedikit pula yang memuji hasil karya Ayano dan menganggapnya sebagai bentuk seni instalasi terbesar.

Sampai detik ini terdapat sekitar 300 boneka yang 'hidup' dan menggantikan penduduk asli Lembah Nagoro.

Baca Juga: Quality Time dengan Teuku Wisnu ke Luar Negeri, Shireen Sungkar Syok Tinggalkan Anak

Nasib Nagoro mirip dengan nasib sebagian besar kawasan di Jepang, di mana jumlah populasi menurun, angka kelahiran rendah, dan harapan hidup yang tinggi.

Jepang berada di ambang menjadi negara "sangat tua" pertama di dunia, yang berarti bahwa 28 persen orang berusia 65 atau lebih.

Laporan pemerintah terbaru menunjukkan bahwa 27,7 persen dari total populasi Jepang yang berjumlah 127 juta telah berusia 65 atau lebih. Angka tersebut diperkirakan akan melonjak menjadi 37,7 persen pada tahun 2050.

Menurut para ahli, sekitar 40 persen dari 1.700 kota di Jepang didefinisikan "kehilangan penduduk". (*)