Find Us On Social Media :

Niat Hati Ingin Diet dengan Mengonsumsi Keripik Selama 10 Tahun, Remaja ini Justru Buta dan Tuli

By Siti Maesaroh, Selasa, 3 September 2019 | 09:42 WIB

Ilustrasi

Laporan wartawan Grid.ID, Siti Maesaroh

Grid.ID - Hati-hati ketika memutuskan untuk menjalani program diet.

Pasalnya, tidak semua tips dan program diet yang sering dijumpai berdampak baik bagi tubuh seseorang.

Konsultasi dengan pakar ahli menjadi penting jika tak ingin hal buruk terjadi pada tubuh.

Baca Juga: Beri Wejangan Kepada Sang Adik, Wibawa Ringgo Agus Mendadak Runtuh Saat Sabai Dieter Datang!

Seperti yang dialami oleh seorang remaja asal Inggris ini.

Dilansir Grid.ID dari laman Mirror Senin (2/09/2019), seorang remaja berusia 17 tahun buta dan tuli sebagian akibat menerapkan program diet tak sehat.

Ia diketahui menjalani diet keripik selama kurang lebih 10 tahun terakhir.

Dalam menjalankan misi dietnya, remaja itu hanya mengkonsumsi keripik, sosis, ham, dan produk olahan roti saja.

Baca Juga: Jangan Dilakukan! Diet Vegetarian pada Ibu Hamil Bisa Pengaruhi Daya Ingat Anak

Ia mengaku bahwa dirinya memang tidak menyukai tekstur pada buah dan sayuran, sehingga ia mencoba mencari menu diet yang sesuai dengan seleranya.

Namun nahas, bukannya kehilangan berat badan dan sukses dengan dietnya, ia justru menyesal karena menderita kebutaan dan tuli.

Remaja itu ditemukan dalam kondisi yang disebut dengan neuropati otik gizi (NON), di mana biasanya kondisi tersebut hanya ditemui di negara-negara yang akses makanannya dibatasi.

Baca Juga: Antar Bjorka Sendiri ke Sekolah, Sabai Dieter: Nunggu Baba Siap Keburu Telat!

Kasus yang diderita remaja itu menjadi kasus pertama yang ditemukan di Inggris sejauh ini.

Menurut Dr Denize Atan dari Universitas Bristol NHS Foundation Trust, kasus yang menimpa remaja itu merupakan akibat dari mengkonsumsi produk-produk makanan olahan.

Kebutaan yang dialaminya disebabkan oleh banyaknya junk food yang dikonsumsinya hampir setiap hari.

Tak hanya itu, ia juga divonis menderita penyakit yang dikenal sebagai gangguan asupan makanan yang terbatas atau AFRID.

Penderita yang mengalami gangguan tersebut biasanya akan menjadi lebih peka terhadap rasa, tekstur, bau, dan penampilan dari jenis makanan tertentu.

Beberapa di antaranya bahkan hanya bisa mengkonsumsi makanan dengan suhu tertentu.

Hal ini tentu akan menyulitkan dan menyebabkan seseorang terbatas untuk memberikan asupan pada tubuhnya.

Baca Juga: Akui Pernah Suntik hingga Minum Obat Diet Agar Kurus, Adik Syahrini: Mendingan Olahraga Aja Deh

Kebutaan yang dialami remaja itu pun membuat para ahli di rumah sakit sempat kebingungan.

Dr Atan berkata, "Kondisinya tetap tidak terdiagnosis selama beberapa tahun".

Remaja itu pertama kali dibawa ke dokter tiga tahun sebelumnya saat dirinya berusia 14 tahun.

Saat itu ia juga sering mengeluh sering mengalami kelelahan dan dicap sebagai orang yang pemilih dan rewel dalam mengkonsumsi makanan.

Namun selama ini menunjukkan dirinya sehat dan jarang minum obat.

Indera penglihatan dan pendengarannya mulai mengalami penurunan saat ia menginjak usia 15 tahun.

Setelah kehilangan sedikit fungsi indranya, ketajaman visualnya pun hanya mencapai 20/200 dan didiagnosis dengan NON.

Baca Juga: Mau Turunkan Berat Badan Tanpa Diet dan Olahraga? Kenali Segera Trik Pernapasan Orang Jepang Ini

Biasanya, penglihatan seseorang akan dianggap normal pada kisaran 20/20, yang diartikan jika seseorang itu dapat membaca grafik pada ketinggian 20 kaki dengan mata mereka.

Untuk dianggap buta secara hukum, seseorang biasanya mencapai kisaran 20/200 atau lebih dari itu.

Dengan ini, sudah dipastikan bahwa sang remaja memang mengalami kebutaan, ia juga diketahui telah kehilangan serabut saraf pada retinanya dan merusak medan visual pusatnya.

Baca Juga: Terobsesi Miliki Berat Badan Ideal, 5 Zodiak ini Dikenal Rela Melakukan Diet Ketat

Untuk itu, ada baiknya jika ingin melakukan diet, seseorang harus benar-benar memperhatikan dengan jeli dan ada baiknya dikonsultasikan terlebih dahulu kepada para ahli tentang dampak yang akan terjadi pada tubuh saat mulai menjalankannya.

Agar kejadian serupa tak lagi menimpa banyak korban, baiknya seseorang harus mulai mengurangi konsumsi berlebih pada makanan cepat saji atau junk food.

(*)