Find Us On Social Media :

Desa Adat Hanya Dihuni oleh Wanita dan Anak-anak, Fakta Sejarah Mengungkap Penyebabnya

By Alfa Pratama, Selasa, 27 Maret 2018 | 16:06 WIB

Desa yang berjarak tiga jam perjalanan dari kota terdekat di Kolombia ini dikenal dengan nama La Puria.

Laporan Wartawan Grid.ID, Dewi Lusmawati

Grid.ID – Sebuah desa terpencil di pegunungan sebelah barat laut Kolombia menyimpan misteri.

Desa yang berjarak tiga jam perjalanan dari kota terdekat, dikenal dengan nama La Puria.

La Puria merupakan rumah bagi masyarakat adat Embera Katio. 

Dalam bahasa mereka, ebera berarti manusia, penduduk asli, atau laki-laki.

Uniknya, tidak ada satupun penduduk laki-laki dewasa di sana.

(Nasib Akhir dan Hukum Adat Pelancong Tana Toraja, Berpose Melecehkan Tempat Bersejarah)

Dilansir Grid.ID dari National Geographic Indonesia, perang saudara di Kolombia telah menghancurkan La Puria secara perlahan.

Perang yang berlangsung selama beberapa dasawarsa ini menyebabkan sejumlah pria di La Puria direkrut oleh dua kelompok pemberontak.

Para pria dewasa La Puria kebanyakan direkrut untuk bergabung ke Revolutionary Armed Forces of Colombia (FARC) atau National Liberation Army (ELN).

Keduanya merupakan kelompok gerilyawan aliran kiri yang terbesar di Kolombia.

Sementara sebagian pria dewasa bergabung dalam kelompok gerliyawan, sisanya menjadi korban konflik.

(Diberi Makanan Padat oleh Sang Nenek, Bayi 10 Hari Alami Pendarahan Hingga Tewas)

Korban berjatuhan karena perang antara pasukan keamanan dan kelompok gerliyawan menggunakan taktik kekerasan.

Di masa perang, sudah umum terjadi penculikan, pemasangan ranjau darat, dan perdagangan obat bius.

Menurut Ivan Valencia, saat ini hanya ada para wanita, anak-anak, dan ibu-ibu remaja yang masih tersisa di La Puria.

Ivan Valencia adalah jurnalis foto Kolombia yang menghabiskan waktu berbulan-bulan di La Puria untuk mendokumentasikan kehidupan di sana. 

Para perempuan muda memimpin kelompok untuk mencari dan mengumpulkan makanan di hutan.

Tak tanggung-tanggung, para wanita ini memegang parang sambil menggendong bayi mereka di punggung.

(Sridevi Dibawa ke Mumbai, Seperti Ini Kondisi Rumahnya, Ratusan Pelayat Pun Memadati Pintu Gerbang)

Ketua adat desa inipun wanita perempuan berusia 26 tahun, seorang ibu dari empat anak.

Suara anak-anak bermain terdengar di setiap rumah yang dibangun ibu mereka sendiri. 

Anak-anak ini kebanyakan lahir dari rahim remaja yang diperkosa oleh para tentara dari kelompok gerilyawan lokal.

Di usianya yang masih sangat muda, anak-anak di La Puria sudah terpapar situasi perang. 

Tahun 2017 lalu, selama kegiatan terapi seni di sekolah desa, hampir semua anak-anak menggunakan pensil warnanya untuk menggambar dan mewarnai orang-orang yang membawa senjata api.

Untuk pertama kalinya sejak tahun 1960, konflik akhirnya selesai. 

(Inilah 10 Terpadat di Dunia, 7 Kota Berada di Asia)

Meskipun pada tahun 2016, referendum sipil menolak perjanjian damai antara FARC dan pemerintah Kolombia.

Namun perjanjian ini direvisi dan diratifikasi kembali beberapa bulan kemudian. 

Jalan menuju perdamaian memang belum pasti tapi setidaknya gencatan senjata masih dilakukan.

Sayangnya, setelah perang terhenti, masyarakat La Puria tetap diabaikan oleh negara.

Tanpa bantuan pemerintah di bidang kesehatan dan pelayanan umum, gizi buruk serta sanitasi yang layak, menambah tantangan yang harus mereka hadapi pascakonflik Kolombia.

“Saya merasa konsekuensi perang masih berlanjut,” ujar Ivan.

Meskipun begitu, Ivan melihat sedikit cahaya di sana. 

(8 Kisah Perjuangan Kembar Siam di Indonesia, Salah Satu Kembarannya Ada yang Meninggal Dunia)

Ia terkesima dengan semangat hidup orang-orang La Puria.

“Setelah berjalan jauh dari hutan, saya ingat mencapai tempat di mana terdapat banyak warna, banyak penduduk La Puria yang mengenakan pakaian berwarna terang. Sangat indah melihat warna itu di tengah-tengah tempat kelabu dan penuh kesedihan,” kenang Ivan.

Bagi Ivan yang tidak memahami bahasa Embera, begitu pun penduduk yang tidak mengerti bahasa Spanyol, bahasa visual menjadi satu-satunya penghubung mereka.

“Kami berkomunikasi melalui kamera,” pungkasnya.

Dilansir dari Wikipedia, Kolombia mengalami konflik intensif berskala kecil dengan grup pemberontak gerilya, mantan militer, pedagang narkoba dan korupsi di sejumlah kota-kota kecil. 

Konlfik ini awalnya terjadi sekitar tahun 1964-1966, ketika Pasukan Militer Revolusioner Kolombia (FARC) dan Pasukan Liberal Nasional (ELN) didirikan.

Sejak itu dimulailah kampanye melakukan pemberontakan 'gerilya' melawan pemerintahan Kolombia. (*)