Find Us On Social Media :

Dokter Terawan Dianggap Lakukan Pelanggaran Serius, Amankah Kita Jalani Terapi Cuci Otak?

By Aditya Prasanda, Rabu, 4 April 2018 | 03:07 WIB

Ilustrasi Otak dan dokter Terawan | Grid.ID

Grid.ID - Sanksi pemecatan yang dijatuhkan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) pada Kepala RS Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Brigjen TNI dr. Terawan Agus Putranto menimbulkan polemik.

Masyarakat terbelah sikap, banyak yang mendukung dokter Terawan namun tidak sedikit pula yang memuji langkah tegas IDI.

Seperti diketahui, dokter Terawan mendapatkan sanksi keras berupa pencabutan izin praktik selama 12 bulan akibat terapi pencucian otak yang ia terapkan.

Keputusan IDI diambil setelah sidang Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) PB IDI menilai bahwa Dokter Terawan telah melakukan pelanggaran etika kedokteran.

Ketua MKEK IDI, Prio Sidipratomo, dalam surat PB IDI yang ditujukan kepada Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Seluruh Indonesia (PDSRI) menyatakan bahwa dokter Terawan telah melakukan pelanggaran etik serius.

"Bobot pelanggaran Dokter Terawan adalah berat, serious ethical missconduct. Pelanggaran etik serius," sebutnya.

Beda Banget, Penampilan Ayu Ting Ting Kali Ini Bikin Pangling deh, yuk Intip!

Apa itu Terapi Cuci Otak?

Terapi cuci otak bermula dari sebuah metode diagnosa penyakit yang disebut Digital Substraction Angiography (DSA).

Digital Substraction Angiography (DSA) merupakan metode diagnosa penyakit yang memaparkan gambaran lumen (permukaan bagian dalam) pembuluh darah, termasuk arteri, vena dan serambi jantung. 

Gambar ini diperoleh menggunakan mesin Sinar-X berbekal bantuan komputer yang rumit. 

Metode Digital Substraction Angiography (DSA) yang awalnya bertujuan untuk mencegah paparan radiasi oleh dr. Terawan dimodifikasi menjadi metode diagnosa pembuluh darah.