Find Us On Social Media :

Intoleransi Mulai Mengancam, Generasi Muda Tak Tinggal Diam

By None, Kamis, 6 Februari 2020 | 09:50 WIB

Ilustrasi kunci melawan intoleransi, membangun toleransi.

Secara bersamaan, rentang usia pivot juga mempengaruhi usia yang lebih tua.

Kini kita bisa melihat komunitas-komunitas dengan anggota berusia 40 tahun, bahkan 50 tahun ke atas turut mengikuti hobby dan lifestyle usia ‘pivotal’, dari musik hingga olahraga.

Tanpa banyak disadari, anak muda tetap menjadi demografi sentral dalam laju perubahan.

Laju perubahan tersebut akan semakin menguat ketika Indonesia memasuki masa bonus demografi, yaitu peristiwa demografi di mana usia produktif antara 15 hingga 64 tahun melebihi kelompok usia belia dan lansia.

Bonus demografi diprediksi akan mencapai puncaknya pada tahun 2028 hingga 2035. Pada masa itu, jumlah penduduk berusia muda akan melimpah.

Kepemimpinan dalam berbagai lini kehidupan pun akan mulai secara perlahan diduduki oleh generasi muda sebagai sebuah konsekuensi demografis.

Dengan demikian, penanaman nilai-nilai serta idealisme di usia pivotal merupakan investasi penting yang perlu dipikirkan saat ini.

Terkait dengan itu, Prof. Slamet Iman Santoso, salah satu bapak pendidikan kita telah mengatakan pada 1976 bahwa umur 5 hingga 20 tahun merupakan formative years.

Setelah formative years, kepribadian menjadi stabil dan tidak berubah lagi.

Musik sebagai piranti empati

Pada saat konggres Pemuda II, Wage Rudolf Supratman masih berusia sekitar 25 tahun.

Dengan empat senar biolanya Wage berhasil menyentuh batin para peserta konggres untuk mengesampingkan perbedaan, menyatukan keinginan, serta mengukukuhkan imajinasi akan komunitas baru bernama Indonesia.