Find Us On Social Media :

Sebuah Pameran Mengungkap Kisah Anne Frank dan Sahabat Pena-nya di Amerika Serikat

By Aditya Prasanda, Senin, 16 April 2018 | 23:18 WIB

Anne Frank

Remuk hatinya tak terbendung, saat tahu sahabat penanya tewas dalam salah satu peristiwa paling berdarah sepanjang peradaban manusia 

Grid.ID - 10 mil dari Sungai Mississipi, di tenggara Iowa, Amerika Serikat, tepatnya di sebuah kota kecil bernama Danville, seorang gadis belasan tahun, Juanita Wagner bertukar surat dengan sahabat penanya di Amsterdam, Anne Frank.

Korespondensi keduanya diangkat melalui pameran yang diresmikan hari ini, Senin (16/08/2018) di museum Danville Stadion.

Pameran ini menampilkan surat-surat yang dikirimkan Anne Frank dan Juanita Wagner.

Selain surat dari kedua gadis sebaya-lintas benua itu, pameran ini juga menyertakan berbagai sejarah yang melatari korespondensi keduanya dalam rentang tahun 1920 hingga 1945.

Ribut Soal Puisi Gus Mus: Mengungkap Asal Usul Pengeras Suara di Indonesia

Turut pula dipamerkan replika Secret Annex, sebuah bangunan di Amsterdam, tempat persembunyian Anne Frank dan keluarganya selama perang dunia kedua berlangsung.

Di Secret Annex pula, Anne Frank menulis surat-suratnya yang dikenal dunia hari ini.

Korespondensi keduanya tak bisa terjadi tanpa keterlibatan Birdie Matthews, salah seorang guru Juanita Wagner di Sekolah Menengah Danville.

Birdie yang kerap berkeliling dunia, acap mengunjungi Eropa saat liburan musim panas.

Di sela-sela kunjungannya, Birdie menyinggahi beberapa sekolah dan memperkenalkan sekolah tempatnya mengajar.

Mengungkap Sejarah Keterlibatan Dokter dalam Bisnis Kecantikan di Indonesia

Agar tercipta interaksi antara siswa-siswa di sekolahnya dengan murid-murid di sekolah lain, Birdie memfasilitasi mereka untuk saling berkenalan melalui surat.

Metode belajar itu dikenang Janet Hasler, sekretaris Sekolah Menengah Danville yang terlibat dalam pameran, "Setiap tahun, Birdie akan memfasilitasi murid-muridnya agar memiliki sahabat pena di berbagai sekolah."

Alkisah suatu kali di tahun 1940, Birdie memperoleh nama-nama siswa Sekolah Montessori di Amsterdam.

Saat ia kembali, murid-muridnya di Danville diperkenankan memilih nama siswa yang akan menjadi sahabat pena masing-masing.

Dari sekian nama, Juanita Wagner memilih Anne Frank.

Pejuang HAM di China Dipenjara 2 Tahun Tanpa Kabar, Istrinya Kini Lakukan Aksi Protes Jalan Kaki Sejauh 100 Km!

Sejak itulah korespondensi keduanya bermula.

"Kami telah lama mengetahui surat-surat Juanita dan Anne, dan korespondensi keduanya sangat bersejarah bagi Danville" sambung Janet Hesler.

Melalui surat itu, Anne Frank dan Juanita Wagner saling berkenalan meyoal latar belakang keduanya, kisah keseharian mereka dan keluarga masing-masing.

Lantas, bagaimana Juanita dan Anne yang berbeda benua dapat begitu lancar berkomunikasi?

Usut punya usut, sang ayah Otto Frank punya andil menerjemahkan bahasa Belanda yang ditulis Anne Frank ke dalam Bahasa Inggris-Amerika yang dikirimkan pada Juanita Wagner.

Setiap kali surat Juanita menghampiri keluarga Frank, Otto akan membacakan isi surat itu pada kedua anaknya, Anne dan Margot.

Anne Frank kemudian menulis surat balasan pada sahabat penanya itu, lalu diterjemahkan Otto dari bahasa Belanda ke dalam bahasa Ingggris-Amerika.

Namun pertukaran kabar itu mendadak putus saat ekspansi Nazi semakin menggila hingga turut melenyapkan ratusan Yahudi di Amsterdam, termasuk Anne dan keluarganya.

Mengetahui Amsterdam dalam keadaan darurat perang, Juanita Wagner turut khawatir dengan keadaan sahabat penanya itu.

Nyaris Diamputasi, Seorang Wanita Sembuhkan Kakinya Gunakan Gula, Pakar Kesehatan Beri Jawaban

Hingga suatu kali, ia mendengar siaran radio yang membacakan diary Anne Frank, remuk redam hatinya tak dapat dielakkan. Sahabat penanya, Anne telah pergi selama-lamanya di usia yang teramat muda.

Hal ini terungkap melalui sebuah potongan wawancara singkat dengan Betty Wagner tahun 2008 -- saudara perempuan Juanita Wagner -- yang turut ditayangkan dalam pameran itu.

Betty yang begitu antusias mengikuti korespondensi kakaknya dengan Anne, turut merasakan kehilangan yang sama saat tahu Anne merupakan salah satu korban kekejaman Hitler dan Tentaranya.

"Kami mendengar diary Anne Frank di Radio dan kami yakin, itu adalah tulisan Anne yang kami kenal" kenang Betty dalam potongan wawancara yang diambil tahun 2008 itu.

Kini ketiga sahabat pena itu telah berkumpul bersama, Juanita menjemput takdirnya di tahun 2001, dan Betty memilih jalan terbaiknya di tahun 2012.

Sementara itu, puluhan tahun paska tewasnya Anne Frank dan jutaan korban keganasan Nazi lainnya, murid-murid di Sekolah Menengah Danville hari ini, mengirimkan 1,5 juta kartu pos beserta brosur tentang pameran -- yang mengangkat sepenggal kisah tentang peristiwa paling berdarah sepanjang peradaban -- itu ke seluruh dunia. (*)