Find Us On Social Media :

Kontroversi Muntahan Paus Bernilai Miliaran Rupiah

By Aditya Prasanda, Senin, 23 April 2018 | 12:49 WIB

Ilustrasi paus sperma

Benda berbentuk bongkahan itu lebih acap tenggelam ke dasar laut ketimbang mengapung dan terdampar ke pinggir pantai. Namun barang siapa yang beruntung menemukannya, konon akan kaya dalam waktu sekejap

Grid.ID - Tak pernah terbesit di pikiran Marsel Lopung, benda temuannya di pelabuhan ternyata memiliki nilai jual miliaran rupiah.

Di pelabuhan Sulamu, Kupang, NTT, ia menemukan benda misterius berbau menyengat yang disinyalir sebagai muntahan ikan paus.

Semula, Marsel Lopung -- yang sehari-hari berprofesi sebagai nelayan -- mengira benda itu adalah pelampung.

Perpustakaan Keledai: Kisah Pria yang Bertekad Mengirimkan Buku Hingga Pelosok Desa

Namun setelah kisahnya viral, tidak sedikit warga yang menduga benda itu merupakan muntahan paus.

Kini benda berupa bongkahan padat itu telah disita oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam, NTT.

Lantas jika benar itu muntahan paus, apa yang menyebabkannya begitu mahal?

Medio akhir 2017 silam, seorang nelayan mengalami peristiwa serupa yang dialami Marsel.

Penemuan muntahan paus itu bahkan sempat jadi sorotan berbagai media nasional sebab 150 kg muntahan paus itu laku terjual hingga Rp 3 Milyar.

Di Balik Kecanggihan Kamera Pengintai Tiongkok: Benarkah ini Ancaman Serius Bagi Kebebasan Berpendapat Rakyatnya?

Kerap diolah sebagai bahan baku parfum menyebabkan muntahan paus memiliki nilai jual begitu tinggi.

Namun perlu diketahui, tidak semua ikan paus dapat menghasilkan muntahan paus yang disebut Ambergris ini.

Ambergris hanya dihasilkan oleh paus sperma.

Mengenal ambergris

Dijadikan bahan baku parfum, ambergris tak serta merta berbau harum.

Lazim dikenal sebagai 'muntahan paus', zat yang semula menumpuk dalam usus paus ini ternyata dikeluarkan melalui saluran pembuangan kotorannya.

Meski begitu, ambergris memiliki karakter yang berbeda dengan feses (kotoran).

Ambergris, saat pertama kali dikeluarkan berwarna hitam dan berbau busuk.

Rumah Syahnaz Shadiqah dan Jeje Govinda, 3 Lantai dan Ada Rooftopnya!

Namun setelah melalui proses yang panjang, lama-kelamaan ambergris berubah menjadi harum.

"Proses-proses kimia itu mengarah ke struktur kimia baru yang kemudian berubah sifat menjadi lebih harum. Tidak juga seperti hal yang ajaib, begitu keluar langsung harum. Pada awal keluar juga bau", terang Prof. Jamaludin Lompa, pakar Biologi Kelautan, seperti dikutip Grid.ID dari BBC.

Benarkah perusahaan parfum ternama masih menggunakan ambergris?

Meski kerap jadi incaran para pembuat parfum, ambergris hari ini nyatanya tak lagi digunakan di perusahaan parfum ternama.

Tris Tjahjadin, ahli parfum yang belajar di Prancis, menjelaskan hal ini disebabkan peraturan ketat yang dikeluarkan Asosiasi Parfum Internasional atau IFRA (International Fragrance Association).

"Lambat laun badan yang mengatur bahan dasar parfum tambah lama tambah ketat jadi banyak bahan yang sekarang sudah tidak diperbolehkan", jelas Tris yang sebelum mempelajari parfum secara dalam, sempat mendalami biokimia di Amerika.

"Misalnya (parfum) Chanel no 5 yang kita beli tahun 80-an dengan Chanel no 5 yang sekarang itu sebenarnya baunya beda tapi untuk konsumen mungkin tidak bisa bedain kecuali orang yang fanatik dengan parfum. Karena ada bahan tertentu yang sudah dilarang atau sudah tidak boleh dipasarkan, atau sudah terlalu mahal juga" tambah Tris.

Pengakuan Wanita yang Menyesal Memiliki Seorang Anak: Sepi dan Gundah Ia Jalani Seorang Diri

Bahkan, saat Tris mendatangi ekspo bahan baku wewangian di Eropa maupun tanah air, ia mengaku belum pernah melihat ambergris diperdagangkan.

"Selama ini saya tidak pernah lihat ada orang yang bawa ambergris sih, jujur saja", katanya sambil terkekeh.

"Setahu saya kalau negara-negara yang badan POM-nya kuat, hukumnya kuat, itu pasti sudah tidak mungkin ada di pasaran," ujar Tris.

Meski Asosiasi Parfum Internasional melarang penggunaan parfum berbahan ambergris, kenyataannya di lapangan, para pemburu ambergris masih berkeliaran.

"Pembeli-pembeli (ambergris) seperti penjual parfum dengan pasar ceruk, atau mau coba jadi artisan yang berjualan di atas lima juta (rupiah), mungkin bisa. Mungkin pasarnya itu, kalau perusahaan besar saya rasa sudah tidak berani" tutup Tris.

Sementara itu dari hasil penelusuran, tercatat sebuah situs jual beli ambergris asal Selandia Baru, menjual ambergris seharga USD$29 (Rp400 ribu) per gram. Belum termasuk biaya pengiriman internasional sebesar $16 (Rp220 ribu) per pemesanan. (*)