Find Us On Social Media :

Mengulik Tentang Industri Kesehatan Nasional Pasca Pandemi: Pentingnya Mengubah Ketergantungan Menjadi Kemandirian

By Grid, Rabu, 10 November 2021 | 17:10 WIB

Ilustrasi pandemi Covid-19

Grid.ID - Pentingnya kolaborasi di antara pelaku industri kesehatan, akademisi, pemerintahan, dan komunitas menjadi hal yang tak bisa ditawar untuk membaiknya pelayanan kesehatan di Indonesia pada masa mendatang.

Keberadaan pandemi Covid-19 yang telah hadir sejak nyaris dua tahun lalu, telah memberikan banyak pelajaran berharga bagi Indonesia, terutama terkait dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan, baik di hulu maupun di hilir sektor industri kesehatan.

Hal tersebut mengemuka dalam CEO Live Series #1 supported by Eka Hospital yang merupakan bagian dalam rangkaian Kompas100 CEO Forum powered by East Ventures, yang diselenggarakan Harian Kompas, pada Rabu, 10 November 2021, di Jakarta.

Forum yang berlangsung secara hibrida ini menghadirkan tema “Health Care Industry Post Pandemic”.

Dalam forum tersebut, hadir sejumlah pembicara penting.

Dari kalangan pemerintah, hadir Plt Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Arianti Anaya.

Sementara itu, dari kalangan industri, hadir COO Eka Hospital Group Rina Setiawati, CEO Kalbe Farma Vidjongtius, CEO Bio Farma Honesti Basyir, serta Chief Commercial Officer SehatQ Andrew Sulitya.

CEO Kalbe Farma Vidjongtius mengatakan, kehadiran pandemi telah mengharuskan kita untuk melakukan percepatan di hulu industri kesehatan.

Baca Juga: Usianya Kini 84 Tahun, Titiek Puspa Ngaku baru Keluar Lima Kali Selama Pandemi Karena Takut Terpapar Covid-19, Begini Cara Melindungi Lansia di Masa Pandemi

“Berbicara soal hulu industri kesehatan berarti berbicara soal ketersediaan bahan baku, penelitian-penelitian, research and development."

"Untuk percepatan, diperlukan kolaborasi semua pihak. Tidak bisa melakukan hal-hal tersebut sendirian. Kita butuh kolaborasi antara akademisi, peneliti, baik dari dalam maupun luar negeri, dan pemerintah, untuk mempercepat ketersediaan bahan baku industri farmasi,” papar Vidjongtius.

Hal senada juga disampaikan CEO Bio Farma Honesti Basyir.

Honesti menilai pandemi kali ini merupakan momentum perubahan bagi seluruh stakeholders industri kesehatan untuk melakukan perubahan yang lebih kolaboratif.

“Semua pengalaman ini harus menjadi aset untuk pelajaran bagi generasi nanti. Tidak mungkin kita tidak berkolaborasi. Riset tidak harus kita sendiri yang melakukan semuanya."

"Kita bisa bekerja sama dengan lembaga-lembaga riset di perguruan tinggi dan lembaga riset lainnya. Kita perlu bekerja sama."

"Mutasi bergerak dengan cepat, kita harus bertransformasi dengan cepat. Tidak ada satu pun pihak yang bisa mengatasi emergency situation ini tanpa kolaborasi,” papar Honesti.

Sementara itu, COO Eka Hospital Group Rina Setiawati mengatakan, pandemi telah memberikan pelajaran berharga bagi industri pelayanan kesehatan.

Baca Juga: Deretan Usahanya yang Segambreng Nyaris Gulung Tikar Gegara Pandemi Covid-19, Inul Daratista Kini Lega Bongkar Secuil Harapan Terang Ini: Terima Kasih Allah, Kami Siap!

Kehadiran pandemi sebagai sesuatu yang baru juga membuat industri pelayanan kesehatan di sektor hilir seperti rumah sakit untuk terus tanggap dan adaptif terhadap berbagai perkembangan yang muncul sebagai dampak pandemi.

Berangkat dari pengalaman tersebut, Eka Hospital Group sebagaimana dituturkan Rina tergerak untuk terus berkomitmen menciptakan akses pelayanan kesehatan seluas-luasnya kepada masyarakat dan berupaya untuk merebut kembali kepercayaan masyarakat untuk kembali berobat di Indonesia.

Rina memaparkan data, setidaknya setiap tahunnya ada 60 ribu orang di Indonesia yang pergi berobat terbang ke luar negeri dan itu menyedot sekitar 1,9 miliar dollar AS per tahun.

Kehadiran pandemi ini, menurut Rina, seharusnya dapat membuat kita untuk memperkuat kualitas layanan kesehatan di rumah sakit kita sehingga kepercayaan itu dapat kembali.

Menurut Rina, sudah saatnya, Indonesia menjadi eksportir health care dan Indonesia bisa menjadi salah satu tujuan untuk pengobatan setidaknya bagi negara-negara di sekitar Indonesia.

Menuju hal tersebut, Rina mengatakan Eka Hospital Group aktif menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak, terutama kepada akademisi dan pemerintahan.

“Kita perlu membangun ekosistem health care. Sudah tidak zamannya kita bekerja sendiri-sendiri. Kita semua partner."

"Di ekosistem tersebut, ada health care provider, ada rumah sakitnya, ada farmasinya, ada Live sciences-nya karena kita harus maju juga di bidang Live sciences-nya, kemudian ada lagi satu unsur yakni payer."

"Payer ini bisa pemerintah, asuransi, atau lembaga-lembaga lain. Payer ini punya peranan penting untuk mengubah kebiasaan masyarakat,” papar Rina.

Baca Juga: Potret Menakjubkan 2,5 Juta Orang Memenuhi Mekah untuk Melakukan Ibadah Haji, Pemandangan Kontras Setelah Pandemi Bikin Merinding!

Hal senada juga diungkapkan oleh Chief Commercial Officer SehatQ Andrew Sulistya.

Andrew mengatakan, layanan telemedikasi yang dijalankan oleh SehatQ berjalan dengan baik berkat kolaborasi di antara ekosistem kesehatan seperti yang disampaikan Rina.

Hal tersebut terbukti saat sejumlah platform rintisan digandeng oleh Kementerian Kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi para pengidap Covid-19 yang melakukan isolasi mandiri sepanjang puncak gelombang kedua pada Juni–Agustus 2021 lalu.

Plt Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Arianti Anaya mengatakan, kolaborasi ini memang menjadi visi dari pemerintah terkait kefarmasian dan alat kesehatan.

Untuk mendorong hal ini, pemerintah telah menyiapkan sejumlah regulasi di antaranya adalah ambang batas Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang saat ini tengah disusun bersama dengan Kementerian Perindustrian, baik untuk farmasi maupun alat kesehatan.

Kemenkes sendiri, menurut Arianti, telah menggulirkan enam pilar transformasi di bidang kesehatan, yakni transformasi pada layanan primer, transformasi layanan rujukan, transformasi sistem ketahanan layanan kesehatan, transformasi sistem pembiayaan kesehatan, transformasi sistem sumber daya manusia (SDM) kesehatan, dan transformasi di bidang teknologi kesehatan. Keenam pilar transformasi ini diharapkan selesai pada 2024 mendatang.

“Dan, itu semua melibatkan semua stakeholders. Tinggal bagaimana kita membuat kolaborasi ekosistem yang baik di antara akademisi, pelaku industri, pemerintah, dan masyarakat, untuk mencapai tujuan transformasi itu bersama-sama."

"Dalam hal ini industri tidak hanya BUMN, tetapi juga swasta. Demikian juga untuk layanan kesehatan, tidak hanya melibatkan rumah sakit pemerintah, tetapi juga penyedia jasa layanan kesehatan swasta karena kita tahu tidak mungkin pelayanan kesehatan ini hanya mengandalkan layanan pemerintah,” ucap Arianti.

(*)