Find Us On Social Media :

Nia Daniaty Tidak Hadir Sebagai Saksi Meringankan Olivia Nathania untuk Kasus CPNS Bodong

By Menda Clara Florencia, Kamis, 10 Maret 2022 | 15:49 WIB

Putri Nia Daniaty, Olivia Nathania hingga kini masih menjalani proses hukum terkait kasus dugaan penipuan berkedok rekrutmen CPNS.

Laporan Wartawan Grid.ID, Menda Clara Florencia

Grid.ID - Olivia Nathania alias Oi hari ini menjalani sidang terkait kasus CPNS bodong di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (10/3/2022).

Oliva Nathania seharusnya hari ini menjalani sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari pihak terdakwa.

Namun ternyata saksi tidak ada satu pun yang bisa dihadirkan dalam persidangan.

Termasuk ibu kandung Oi, Nia Daniaty yang harusnya menjadi saksi meringankan Olivia, tidak hadir dalam persidangan.

"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi tidak ada saksi yang hadir, Yang Mulia," kata kuasa hukum Olivia Nathania, Andy Mulia Siregar kepada majelis hakim, Kamis (10/3/2022).

Oleh sebab tidak ada saksi yang hadir, Hakim memutuskan untuk tetap melanjutkan persidangan.

Majelis hakim melanjutkan sidang kasus CPNS bodong ini dengan mendengarkan keterangan terdakwa.

Meski demikian, pihak Oi melalui kuasa hukumnya, Andy Mulia Siregar akan tetap mengusahakan Nia Daniaty hadir untuk menjadi saksi meringankan anaknya.

Baca Juga: Fakta Baru Kasus CPNS Bodong Olivia Nathania Terungkap, Kuasa Hukum Minta Nia Daniaty Jadi Saksi Meringankan: Mudah-mudahan Ibunya Mau..

"Kita cari lah (saksi), kita liat siapa tahu ibunya mau meringankan, ini dia kan anak beliau," ujar Andy.

"Ya kan mereka ada hubungan ibu dan anak, pasti ada dikit-dikit curhat," ucap Andy.

Sekadar diketahui, kasus Olivia ini berawal dari laporan salah satu korban bernama Karnu.

Olivia dan suaminya, Rafly Noviyanto dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada 23 November 2021.

Laporan tersebut terdaftar dengan nomor LP/B/4728/IX/SPKT/Polda Metro Jaya.

Olivia Nathania disangkakan dengan Pasal 378 dan atau Pasal 372 dan atau Pasal 263 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) Tentang Penggelapan, Penipuan, serta Pemalsuan Surat.

Atas kasus ini ada 225 orang korban dengan kerugian ditaksir Rp 9,7 miliar.

(*)