Find Us On Social Media :

Geger Kim Jong Un dan Presiden Korea Selatan Berpelukan, Ternyata Begini Awal Mula Kisahnya yang Tak Disangka-sangka

By Nira Emily, Rabu, 27 Juli 2022 | 05:50 WIB

Grid.ID - Sejarah tercipta dari pertemuan bersejarrahdan pelukan dua pemimpin Korea.

Presiden Korea Selatan saat itu, Moon Jae-in, dan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un,  berjumpa pada pertemuan bersejarah Jumat (27/4/2018).

Pertemuan bersejarah saat itu adalah salah satu momen yang paling dinanti masyarakat dunia.

Pasalnya selama ini meski punya rumpun yang sama, Korea Utara dan Selatan seperti dua sisi mata uang yang saling berkebalikan.

Satu hal yang sering menjadi pertanyaan publik adalah, sebenarnya apa yang membuat dua Korea ini berpisah?

Untuk mengetahuinya, kita harus kembali dulu ke masa kemenangan Blok Sekutu di Perang Dunia II (PD II) pada tahun 1945.

Menangnya Sekutu juga menjadi titik berakhirnya pendudukan Jepang di Korea selama 35 tahun penjajahan.

Seperti yang kita tahu, pasca PD II negara-negara di dunia punya dua pengaruh politik yang cukup kuat, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet (Rusia).

Baca Juga: Gibran Rakabuming Tanggapi Video Viral Emak-emak yang Hina Iriana Jokowi di Twitter, sang Walikota Solo: Bukan Urusan Saya...

Inilah titik awal perpecahan Korea Selatan dan Korea Utara.

Michael Robinson, Guru Besar bidang Studi dan Sejarah Asia Timur di Indiana University mengungkapkan pada History, pada Agustus 1945 wilayah Semenanjung Korea terbagi menjadi dua pangkalan militer.

Hingga tiga tahun ke depannya (1945-48), sisi Semenanjung Korea bagian utara diduduki sebagai pangkalan militer Soviet, dengan membawa pengaruh rezim komunis yang saat itu dianut.

Di sisi selatan, sebuah pemerintahan militer terbentuk berkat prakarsa Amerika Serikat.

Paham komunis yang dianut oleh Uni Soviet memberikan pengaruh besar bagi sisi utara Semenanjung Korea.

Paham ini langsung menjadi populer dan diyakini sebagai visi kehidupan yang sesungguhnya.

Sayangnya, paham ini tidak diamini oleh mereka yang tergabung sebagai masyarakat kelas menengah.

Masyarakat kelas menengah ini kemudian bermigrasi ke selatan, di mana Amerika Serikat melancarkan pengaruhnya yang mendukung rezim anti-komunis, atau paham kanan.

Robinson menambahkan, sebenarnya Semenanjung Korea masih punya harapan untuk kembali bersatu.

Baca Juga: 'Gini Seharusnya Viral', Bangga dengan Pencapaian Kakak Beradik yang Memenangkan Olimpiade, Fairuz A Rafiq Auto Ngarep sang Buah Hati Tiru Prestasi, Warganet Beri Dukungan

Dengan syarat Amerika Serikat dan Uni Soviet meninggalkan pangkalannya, membiarkan masyarakat Korea merundingkan sendiri apa yang menjadi pokok utama tujuan negara mereka.

Tapi merebaknya Perang Dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat justru makin memperparah perpecahan di Semenanjung Korea.

Tahun 1948, Amerika Serikat meminta bantuan pada Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menyelenggarakan voting masa depan Semenanjung Korea.

Masyarakat Korea di bagian utara menolak untuk ikut andil dalam voting tersebut.

Akhirnya, Semenanjung Korea bagian selatan memutuskan untuk membangun pemerintahan sendiri berpusat di Seoul.

Pembentukan pemerintahan ini diprakarsai oleh tokoh anti-komunis, Syngman Rhee, yang kemudian menjadi presiden pertama Korea Selatan.

Korea Utara merespon hal ini dengan kepala dingin.

Pihaknya juga membentuk pemerintahan di bawah Kim Il Sung yang dulunya memimpin gerakan gerilya komunis.

Pemerintahan ini berpusat di Pyongyang, dengan nama Republik Rakyat Demokratik Korea.

Perdamaian ini tidak kemudian berjalan mulus begitu saja.

Tahun 1950-1953, pecahlah Perang Korea yang menelan korban hingga 2,5 juta jiwa.

Baca Juga: 'Terlalu Bucin!' Kini Hancur Lebur, Rizky Febian Ternyata Pernah Blak-blakan Tak Setuju Nathalie Holscher Jadi Ibu Sambungnya

Perang inilah yang kemudian menjadi awal kebencian Korea Utara pada Amerika Serikat.

Sebab Amerika Serikat yang pada waktu itu masih punya pengaruh besar di Korea Selatan melakukan serangkaian penyerangan yang berdampak luar biasa di Korea Utara.

Amerika Serikat mengebom separuh bagian dari Korea Utara, meluluh-lantakkan hampir semua fasilitas publik.

Pada 1953 dilakukan gencatan senjata yang akhirnya meninggalkan zona demiliterisasi sebagai perbatasan diantara keduanya.

Robinson mendeskripsikan zona demiliterisasi ini sebagai wilayah yang sangat tertutup dan sakral, yang akhirnya menjawab pertanyaan kenapa ada perbedaan drastis antara Korea Utara dengan Korea Selatan.

Momen pertemuan Kim Jong Un dan Moon Jae-in ini diharapkan dapat menghapus jarak dan batas yang sampai saat ini masih terbentuk di dua Korea.

Kim Jong Un rencananya akan berdiskusi dengan Moon Jae-in secara terbuka mengenai beragam isu yang dapat meningkatkan hubungan antara dua Korea.

Isu-isu tersebut meliputi perdamaian, kemakmuran, dan reunifikasi Semenanjung Korea.

Kim Jong Un juga mencatat sejarah sebagai pemimpin Korea Utara pertama yang menginjak tanah Korea Selatan sejak akhir Perang Korea. 

Baca Juga: Gisel Tiru Gaya Jeje Ikuti Tren Citayam Fashion Week dengan Street Style Seksi Padukan Tank Top