Find Us On Social Media :

Satu Nenek Moyang, Warga Indonesia dan Malaysia di Perbatasan Ini Hidup Rukun hingga Punya Grup WA

By Grid., Kamis, 17 Agustus 2023 | 21:05 WIB

Masyarakat perbatasan Indonesia-Malaysia gotong-royong memperbaiki salah satu jembatan rusak di Desa Luruh Tembawang, Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalbar

Grid.ID - Sejak dulu, Indonesia dan Malaysia ssring disebut sebagai negara serumpun.

Meski beda negara, keduanya dianggap memiliki kedekatan erat hingga bahasa yang hampir mirip.

Bahkan warga Indonesia dan Malaysia yang hidup di perbatasan ternyata berhubungan rukun.

Mereka sering melakukan kegiatan gotong royong bersama dan bahkan mereka memiliki grup WhatsApp bersama.

Warga di kawasan Entikong dan Kuching itu ternyata memiliki nenek moyang yang sama.

Panjang perbatasan darat Indonesia-Malaysia di Kalimantan Barat (Kalbar) mencapai 1.000 kilometer.

Di sisi wilayah Indonesia, terdapat banyak perkampungan masyarakat pedalaman yang kehidupan sosial-ekonominya sangat lekat dengan warga Malaysia.

Jurnalis Kompas.com, Hendra Cipta, berbincang dengan salah satu dari mereka.

Salah seorang warga yang diajak berbincang adalah Hendra (37), warga Desa Suruh Tembawang, Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Kebetulan nama kami sama.

Desa tempat Hendra lahir dan tumbuh itu merupakan satu di antara banyak desa di Kabupaten Sanggau yang secara geografis berbatasan langsung dengan Malaysia.

Bahkan, di desanya itu, patok perbatasan negara berada tepat di pinggir lapangan sepakbola.

Baca Juga: Tentara Penjaga Perbatasan Curiga dengan Dua Kasur Misterius, Saat Dibuka Isinya Mengejutkan

"Secara otomatis, untuk aktivitas sebagian masyarakat lebih banyak ke Malaysia," kata Hendra saat ditemui di Pasar Entikong, Rabu (16/8/2023) pagi.

Sejumlah dusun di Desa Suruh Tembawang itu juga berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk Malaysia.

Situasi itu, Hendra meluruskan, tak ada kaitannya dengan rasa nasionalisme.

Warga kampungnya tetap tegak lurus kepada NKRI dan memiliki kebanggaan tersendiri sebagai warga Indonesia.

Hanya saja, dari sisi jarak tempuh, kampungnya memang jauh lebih dekat ke Kota Kuching, Malaysia dibandingkan ke Kota Entikong, Kalimantan Barat. 

Perbandingannya pun cukup jauh. Bila hendak menuju ke Kota Kuching, waktu tempuhnya tidak sampai 60 menit.

Sementara itu, apabila hendak menuju ke Entikong, waktu tempuhnya bisa seharian.

"Itu pun harus melewati jalan terjal, harus menggunakan sepeda motor yang sudah dimodifikasi khusus, serta menyeberangi dua sungai," jelas Hendra.

Situasi ini berdampak salah satunya pada aktivitas ekonomi warga.

Melihat letak permukiman kedua negara yang sangat berdekatan, lanjut Hendra, interaksi di antara mereka pun sama seperti yang terjadi di perkampungan lainnya.

Saling bersosialisasi, saling berkomunikasi.

Baca Juga: Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas Gelar Operasi Katarak Gratis, 100 Penderita Katarak di Perbatasan Timor Leste Bisa Melihat Kembali

Hendra menuturkan, pada dasarnya nenek moyang mereka pun sama, berasal dari Dayak Bidayuh.

Namun karena ada perbatasan dua negara, mereka akhirnya terpisahkan.

"Kami semua satu suku Dayak Bidayuh, nenek moyang kami sama, hanya dibedakan batas negara," ucap hendra.

"Bahkan kami ada group WhatsApp antara warga kami dengan warga Malaysia yang kampungnya bersebelahan," lanjut dia. 

Group WhatsApp itu berfungsi sebagai wadah saling menukar informasi apabila ada kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan bersama, salah satunya gotong-royong memperbaiki akses transportasi masyarakat.

"Selain itu kami berbagi informasi untuk menjaga kampung kami dari aktivitas-aktivitas penyelundupan ilegal," tutur Hendra.

(*)

Artikel ini telah tayang di TribunStyle.com dengan judul, KISAH Warga Indonesia dan Malaysia Gotong Royong Bareng, Sampai Punya Grup WA: Satu Nenek Moyang