Find Us On Social Media :

Terungkap, Australia Pernah Berencana Menyerang Indonesia Dengan Membom Jakarta

By Seto Ajinugroho, Jumat, 1 Juni 2018 | 01:00 WIB

TNI dan Tentara Australia saat mengadakan latihan bersama

Grid.ID - Sejarah hubungan diplomatik antara Indonesia-Australia kerap diwarnai dengan tensi ketegangan naik turun.

Ketegangan paling kentara ialah saat lepasnya Timor-Timur dari Indonesia tahun 1999.

Hal ini lantaran mendaratnya pasukan PBB pimpinan Australia dan Selandia Baru, Interfet di bumi Lorosae.

Karena takut adanya ancaman berbahaya saat mendaratnya pasukan Interfet di Timor-Timur, maka Australia juga ancang-ancang untuk mengamankan pendaratan itu dengan tekanan politis juga militer.

Yakni merencanakan serangan ke ibukota Indonesia, Jakarta pada September 1999.

BACA : Punya Sejarah Panjang, Benda Cantik Favorit Lady Diana Ini Akhirnya Diwariskan pada Kate Middleton

Hal ini diungkapkan oleh seorang analis pertahanan asal Selandia Baru, David Dickens dari direktur Pusat Studi Strategis di Universitas Victoria, Wellington.

Unsur yang akan menyerang Jakarta direncanakan akan dilaksanakan menggunakan pesawat tempur pembom F-111 milik RAAF.

Bahkan Dickens berujar kapal perang RAN Australia juga disiagakan dalam kondisi siap tempur melawan TNI AL.

Intinya semua kesatuan militer Australia siaga penuh demi lancarnya pendaratan Interfet di Timor-Timur.

Lantas kenapa Australia sampai merencanakan serangan presisi untuk membom Jakarta?

BACA : Salut! Meskipun Tubuhnya Digerogoti Penyakit Mematikan, Namun Semangat Setiawan Untuk Bangkit Tetap Membara

Dickens menjelaskan hal ini karena 'ulah' kapal selam dan pesawat tempur Indonesia yang secara agresif dianggap mengancam pendaratn Interfet.

"Taktik (ancaman pendaratan) itu menimbulkan pertanyaan tentang niat militer Indonesia", katanya.

"Berbagai kapal perang Interfet juga dibayangi saat mendekati Timor-Timur."

Untuk serangan ke Jakarta Dickens juga mengungkapkan para perwira militer senior Australia mengatakan kepadanya F-111 juga disiapkan agar sewaktu-waktu dapat menyerang Jakarta untuk melumpuhkan instalasi komunikasi militer disana.

Bahkan Australia memberlakukan tingkat kesiapsiagaan tinggi selama sepuluh hari pertama selama operasi pendaratan Interfet di Timor-Timur berlangsung.

"Pemboman yang akan dilakukan F-111 adalah bagian dari keseluruhan pengerahan seluruh pasukan pertahanan Australia. Pasukan Australia sedang dalam tingkat kesiapan tertinggi saat itu, saya diberitahu oleh orang-orang yang benar-benar akan melakukannya. Itu akan menjadi proporsional. Serangan besar akan mendapat respon besar. " ujar Dickens.

BACA : Indonesia Targetkan Dapat 16 Emas di Asian Games 2018

Kapal selam Indonesia sebagai ancaman nyata untuk Australia

Dickens kemudian mengutip perkataan Admiral Peter McHaffie, Kepala Staf AL Kerajaan Selandia Baru bahwa fregat Canterbury mendeteksi 'kapal selam yang tak teridentifikasi' ketika pasukan Interfet berlayar menuju ke kota Suai, Timor-Timur.

Bahkan pada suatu waktu tiba-tiba kapal selam itu menghilang dari pantauan dan menyebabkan pesawat pemburu serta kapal perang Interfet kelimpungan melacaknya.

Tensi ketegangan kian meningkat ketika hasil referendum memutuskan Timor-Timur ingin merdeka dari Indonesia yang menyebabkan kerusuhan milisi pro-Indonesia di sana.

Hal itu disinyalir Dickens semakin membuat kapal selam Indonesia aktif 'menggangu' unsur kapal perang Interfet.

"Perwira Interfet Australia memandang para pejuang (milisi) dan kapal selam Indonesia sebagai ancaman nyata di sejumlah front," kata Dickens.

"Ada kekhawatiran yang pasti tentang serangan angkatan laut Indonesia menggunakan kapal selam dan semua hal lainnya."

"Tetapi hal nyata yang mengkhawatirkan mereka adalah kapal selam itu bisa digunakan untuk menyelinap di malam hari dekat armada Interfet dan menurunkan pasukan khusus yang mungkin telah keluar dan menenggelamkan salah satu kapal Interfet ketika berada di pelabuhan Dili atau di lain tempat."

Namun penjelasan Dickens langsung mendapat tanggapan dari juru bicara Kementrian Pertahanan Australia yang saat itu masih jabatan Menteri Pertahanan masih dipegang oleh Peter Reith.

"Kami tidak akan berkomentar secara khusus mengenai hal-hal operasional dan pada keadaan kesiapan pada saat itu."

"Operasi Interfet dilakukan dengan persetujuan penuh dan kerjasama pemerintah Indonesia dan pasukan pertahanan Indonesia."

Hubungan antara Indonesia di satu sisi dan Australia serta Selandia Baru di sisi lain mengalami tekanan berat selama masalah Timor Timur, tetapi sejak itu meningkat menjadi lebih baik.(Seto Aji/Grid)