Find Us On Social Media :

Jelang Pertemuan Keduanya, Apa yang Sesungguhnya Diinginkan Kim Jong Un dan Donald Trump?

By Aditya Prasanda, Senin, 11 Juni 2018 | 11:04 WIB

Ilustrasi Kim Jong Un dan Donald Trump

Tak seorangpun dapat memastikan apa yang akan terjadi paska pertemuan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump dengan pimpinan tertinggi Korut, Kim Jong Un. Akankah pertemuan keduanya menjadi pemicu hal yang selama ini begitu dikhawatirkan dunia?

Grid.ID - Sebagaimana Kim Jong Un, Donald Trump telah tiba di Singapura.

Keduanya akan bertemu pada KTT (Konferensi Tingkat Tinggi), Selasa (12/6/2018) pagi waktu setempat.

Lantas, isu apa saja yang akan dibicarakan Trump dan Kim?

AS menginginkan denuklirisasi

Beberapa pengamat macam Bob Carlin dari CBS News memperkirakan Korea Utara butuh waktu 15 tahun untuk mengakhiri program nuklir sepenuhnya.

Sementara Gedung putih ingin program denuklirisasi itu berjalan jauh lebih cepat.

Ed Markey, Senator Massachusets sekaligus pengurus Subkomite Senat Hubungan Asing yang berurusan dengan kebijakan Korut menilai ada perbedaan pemahaman antara AS dengan Korea Utara terkait definisi 'denuklirisasi yang sesungguhnya'.

Kota Terlarang, Mao Zedong, dan Rumah Jutaan Artefak Tiongkok

Korut menginginkan tiga hal

Kim Jong Un menginginkan pertemuannya dengan AS dapat berbuah kesepakatan berupa:

1. Bantuan ekonomi, investasi dan perdagangan asing bagi Korut.2. Keamanan bagi Kim Jong Un untuk tetap melanggengkan tampuk kekuasaan.3. Penarikan 30.000 pasukan AS dari Korea Selatan.

Sementara, Jepang dan Korea Selatan juga menginginkan . . .

Selain menginginkan Korut menghentikan program nuklirnya, kedua negara ini mengharapkan Trump cs 'dapat mengamankan' program senjata kimia dan biologi Korea Utara yang canggih.

Jepang juga menginginkan Korut mengembalikan 12 warga Jepang yang diculik pada rentang tahun 1970an hingga 1980an.

Mengenal Museum Vampir di Perancis

Apakah pelanggaran HAM di Korut akan disinggung?

Tidak ada kepastian apakah Trump akan membahas pelanggaran HAM berat yang terjadi di Korea Utara.

Sebagaimana diketahui, dinasti keluarga Kim Jong Un bertanggung jawab penuh atas kemiskinan dan pembunuhan massal yang terjadi secara bertahun-tahun di Korea Utara.

Laporan PBB menyebut pelanggaran hak asasi manusia di Korea Utara terjadi secara sistematis, berat dan merata.

Di bawah rezim otoriter, warga Korut diperas dan dipaksa tunduk pada keluarga Kim Jong Un.

La Casa Azul: Sarang Intelektual, Aktivis, dan Karya Seni Terkemuka Meksiko

Selama tiga generasi keluarga Kim Jong Un memimpin Korut, mengisolasi diri dari dunia, menciptakan negara yang kaku, militeristik, dan korup -- tak pernah berpihak pada rakyat.

Pemerintah Korea Utara mengontrol segalanya. Segala gerak-gerik warganya diawasi dengan ketat.

Sementara di sektor ekonomi dan pangan, rezim Jong Un memilih mengalokasikan dana untuk program nuklir dan misil, betapapun seluruh warganya kelaparan akibat kekurangan bahan pangan, serta kesulitan mengakses bahan bakar dan kebutuhan dasar lainnya.

Pengalokasian dana besar-besaran demi mengembangkan program nuklir tersebut hanya bisa dilakukan sebuah negara yang total otoriter macam Korut sebut Brad Addams, Direktur Human Rights Watch (HRW) Asia.

Brad mengistilahkan Kim Jong Un menjalankan rezimnya dengan "mengolah makanan dari perut warganya yang kelaparan."

Perbudakan Anak dan Hal yang Wajib Diketahui di Balik Raksasa Teknologi Dunia Macam Apple dan Microsoft

Media dikontrol ketat

Hanya satu sumber informasi yang dihalalkan pemerintah Korut bagi warganya, yakni media resmi milik pemerintah Korea Utara.

Warga Korut tidak diperbolehkan membaca konten yang bersumber dari media internasional.

Laporan Reporters Without Borders menyebut warga yang ketahuan melihat, membaca dan mendengar konten media internasional akan dipenjara.

Belum lagi akses internet yang sangat minim dan hanya tersedia bagi kalangan eksekutif di ibukota, Pyongyang. 

Orang yang Berjalan Kaki Lebih Cepat Memiliki Umur yang Lebih Panjang, Sains Menjelaskan

Anda berseberangan, kami penjara

Minimnya akses pada segala hal diperparah dengan represi pemerintah yang kelewat bengis.

Siapa saja di Korut, yang melakukan aktivitas mencurigakan dan dianggap berseberangan dengan pemerintah dapat dengan mudah dipenjara.

Di Korea Utara, memenjarakan seseorang karena alasan sepele bukan hal yang asing: dari sekadar mononton DVD, membaca artikel luar negeri, hingga mencabut poster propaganda pemerintah, segala yang dianggap berbahaya bagi rezim Jong Un layak diberangus.

Sementara bagi mereka yang membelot secara terbuka, hukumannya diperberat, dipenjara dan dikirim ke kamp kerja paksa, di daerah penambangan misalnya. Tak terkecuali dihukum mati. (*)