Find Us On Social Media :

Dari Tradisi Pukul Sapu Sampai Bakar Gunung Api, 7 Tradisi Unik Perayaan Idul Fitri Ini Cuma Ada di Indonesia!

By GRID, Rabu, 13 Juni 2018 | 19:20 WIB

Indahnya cahaya lampu dalam tradisi Tumbilotehe di Gorontalo

Laporan wartawan Grid.ID, Veronica Sri Wahyu W

Grid.ID - Negara Indonesia memiliki belasan ribu pulau dan beribu suku.

Masing-masing suku memiliki jati diri yang nggak tergantikan alias unik.

Keunikan tersebut bisa dilihat dari berbagai macam hal.

Salah satunya ialah tradisi dalam menyambut hari raya beragama seperti Idul Fitri.

(BACA JUGA: Sempat Viral, Hasil USG Nenek 78 Tahun yang Mengaku Hamil Ternyata Negatif, Berikut 4 Fakta Mengejutkannya)

Tiap suku memiliki caranya sendiri dalam mengucap syukur kepada Sang Khalik.

Berikut ini tim Grid.ID merangkum beberapa tradisi unik di Indonesia.

1. Tradisi Pukul Sapu di Maluku Tengah

(BACA JUGA: Gaya Feminin Kasual Park Bo Young Saat Acara Fan Meeting Sukses Curi Perhatian)

Tradisi ini berasal dari desa Morela dan desa Mamala, Kabupaten Maluku Tengah.

Tradisi Pukul Sapu dilaksanakan seacar rutin setiap 7 hari pasca lebaran.

Seperti namanya, pada tradisi ini para pemuda saling berhadapan dengan menggunakan lidi dari pohon enau.

Dalam kurun waktu 30 menit, para pemuda yang terlibat akan saling menyerang.

(BACA JUGA: 6 Tradisi Unik dari Berbagai Negara yang Hanya Muncul Setiap Ramadhan, Indonesia Juga Punya loh!)

Seusai pertarungan, setiap pemuda mendapatkan pengobatan secara khusus dari desanya.

Pemuda dari desa Morela akan memperoleh getah jarak sebagai obat penyembuh luka.

Sementara pemuda dari desa Mamala menerima obat luka yang terbuat dari minyak kepala yang dicampur dengan pala dan cengkeh.

Tradisi yang telah dilestarikan sejak abad ke-17 ini memang membahayakan para anggotanya.

(BACA JUGA: Gak Pakai Ribet, Resep ‘Kulit Ayam Goreng Saos Keju dan Sambal Geprek’ Ala Chef Yuda Bustara)

Namun tradisi Pukul Sapu dianggap mampu menjalin ikatan silahturahmi antara kedua desa dengan baik.

2. Tradisi Perang Topat di Nusa Tenggara Barat

Dalam tradisi Perang Topat, warga Lombok saling berperang dengan melemparkan ketupat.

(BACA JUGA: Wanita Lebih Banyak Mengidap HIV Daripada Pria, Masa sih? Simak Juga Fakta Lainnya Berikut Ini, Penasaran?)

Perang Topat sendiri diadakan dalam rangka mengucap syukur atas berakhirnya puasa sunah umat muslim di Lombok.

Tradisi yang diikuti umat Islam dan Hindu di Lombok ini dilakukan 6 hari setelah hari raya Idul Fitri.

Sebelum Perang Topat, warga berziarah terlebih dahulu ke makam para ulama.

Biasanya, mereka berziarah ke Makam Loang Baloq di kawasan Pantai Tanjung Karang dan Makam Bintaro di kawasan Pantai Bintaro.

(BACA JUGA: Tak Hanya Al, El, dan Dul, Ahmad Syailendra Kini Juga Jadi anak Kesayangan Ahmad Dhani, Intip yuk 6 Potret Lucunya!)

Usai berziarah, prosesi Perang Topat dimulai dengan membawa sesajen berupa hasil bumi yang dilakukan oleh suku Sasak dan tokoh umat Hindu di Lombok.

Kemudian, Perang Topat pun dimulai ketika waktu telah menunjukkan pukul 17.30, tepat di mana matahari mulai terbenam.

Nggak hanya mencerminkan toleransi beragama yang kuat, tradisi Perang Topat sendiri juga mampu mengajak manusia untuk kembali merefleksikan jati dirinya.

3. Tradisi Meriam Karbit di Pontianak

(BACA JUGA: Renyahnya Pastel Kering Ebi Bumbu Kare Jadi Camilan Saat Lebaran Tiba)

(foto 3, Bentuk meriam yang digunakan dalam tradisi. sumber kompas.com)

Masyarakat yang mendiami tepian Sungai Kapuas menyambut malam takbiran dengan cara yang nggak biasa.

Mereka mengungkapkan syukur dengan membunyikan Meriam Karbit yang berukuran 6 meter.

Seiring berjalannya waktu, tradisi tersebut telah menjadi ajang perlombaan.

(BACA JUGA: Gak Melempem Lagi, Simak yuk Tips Ampuh Agar Kue Kering Tetap Renyah!)

Setiap kelompok warga yang punya meriam saling membunyikan meriam yang bisa terdengar hingga radius lebih dari 3 KM, untuk selanjutnya dinilai oleh juri.

Sejarah Tradisi Meriam Karbit juga nggak kalah menarik.

Berdasarkan kisah Kesultanan Kadriah Pontianak (1771-1808), raja pertama Pontianak, Syarif Abdurrahman Alkadrie sempat diganggu oleh hantu ketika membuka lahan tempat tinggal.

Gangguan hantu tersebut akhirnya diatasi dengan bunyi Meriam Karbit menjelang adzan maghrib.

(BACA JUGA: Raffi Ahmad Promosi Film Terbarunya, Netizen Malah Fokus Ke Film Lainnya)

4. Tradisi Grebeg Syawal di Yogyakarta

Upacara ritual yang rutin diadakan pada tangga 1 Syawal ini ditandai dengan keluarnya Gunungan Lanang yang terdiri atas kumpulan hasil bumi.

Gunungan Lanang tersebut lantas dibawa ke Masjid Gede Keraton Ngayogyakarta untuk didoakan.

(BACA JUGA: Dari Mantan, Calon Menantu sampai Pelakor, Tulisan Nyeleneh nan Galau Pemudik Ini Bikin Ngakak)

Gunungan sendiri merupakan simbol perwujudkan sedekah dari Sultan kepada rakyatnya.

Pada puncak ritual, warga sekitar memperebutkan isi dari Gunungan Lanang dengan harapan mendapat berkah dari Yang Maha Kuasa.

5. Tradisi Ngejot di Bali

Saat Idul Fitri tiba, umat muslim di Bali merayakannya dengan memberikan hidangan kepada tetangga.

Hidangan tersebut dibagikan tanpa memandang latar belakang agama yang ada.

Tradisi Ngejot sendiri sudah berlangsung sejak lama dan dapat dijumpai di desa-desa ataupun di daerah perkotaan di Bali.

(BACA JUGA: Minuman Lezat Ini Ternyata Bisa Mengancam Berat Badan, Hati-hati Bikin Angka Timbangan Naik! Ada Apa Saja?)

Sebagai wujud akulturasi antara budaya Islam dengan budaya Bali ini secara nggak langsung menciptakan nada keharmonisan.

6. Tradisi Bakar Gunung Api di Bengkulu

Idul fitri di Bengkulu dirayakan juga tidak biasa serta unik.

(BACA JUGA: Dua Jempol! Momen Ashanty Ajarkan Arsy Untuk Membagi Sedekah Bikin Netizen Terharu)

Tradisi yang bernama bakar Gunung Api tersebut diikuti oleh suku Serawai.

Pada saat malam takbiran, suku Serawai dan masyarakat sekitar akan membakar susunan batok kelapa yang menyerupai tusuk sate.

Pembakaran batok kepala tersebut merupakan simbolis atas ungkapan syukur kepada Sang Khalik.

Dan juga, sebagai doa bagi para arwah keluarga agar tentram di dunia akhirat.

(BACA JUGA: Olla Ramlan Akan Rayakan Idul Fitri Tanpa Ayah Tercinta)

7. Tradisi Tumbilotehe di Gorontalo

Meriah dan bercahaya mewarnai kota Gorontalo saat menjelang Idul Fitri.

Dimulai sejak 3 hari sebelum Idul Fitri, kota Gorontalo dipenuhi cahaya dari lampu botol minyak ayng dipasang oleh warga muslim.

(BACA JUGA: Zaskia Gotik Tampil Kekinain dengan Waist Bag Seharga Puluhan Juta, yuk Lihat!)

Pemasangan lampu di halaman rumah penduduk dan di jalan-jalan terutama jalan menuju masjid ini menandakan berakhirnya ramadhan di Gorontalo.

Setiap keluarga memasang lampu sesuai dengan jumlah anggota keluarga.

Tradisi yang telah diturunkan sejak abad ke-15 ini bertujuan untuk mengapresiasi umat muslim yang sudah menjalankan puasa dengan baik.

Selain 7 tradisi yang telah dibahas di atas, masih banyak tradisi lainnya yang tersebar di seluruh Indonesia.

Tradisi tersebut nggak bisa dibandingkan satu sama lain, karena semuanya memiliki keunikan serta makna sendiri. (*)