Find Us On Social Media :

Di Balik Sampul Majalah Time, yang Turut Menyulut Badai Protes Kebijakan AS Terkait Pemisahan Keluarga Imigran

By Aditya Prasanda, Jumat, 22 Juni 2018 | 17:03 WIB

Imaji sampul majalah Time edisi 2 Juli

John Moore menyadari telah menangkap 'momen yang begitu penting dan emosional' namun ia tidak pernah menyangka potret yang ia ambil akan memiliki dampak yang begitu besar

Grid.ID - Potret yang akan menjadi sampul utama majalah Time edisi 2 Juli nanti telah dipublikasikan.

Sampul itu berupa kolase berlatar merah, menampilkan sosok Donald Trump bersama seorang gadis kecil yang menangis tersedu sedan sejadi-jadinya. Gadis itu mendongak ke arah Trump yang juga menatapnya.

Sementara sebuah tulisan kecil di sampul itu tak kalah mengerikan: 'Selamat Datang di Amerika', menyentil betapa parahnya keadaan di perbatasan Amerika Serikat hari ini bagi para imigran.

Mengunjungi Hutan Bambu Sagano di Jepang, Menyimak Kedamaian yang Hakiki

Imaji gadis kecil itu berasal dari potret tangkapan fotografer, John Moore.

Dalam potret, gadis kecil berusia 2 tahun asal Honduras tersebut tak kuasa menahan tangis, saat ibunya digeledah dan ditahan aparat.

Imaji sampul majalah Time dengan cepat menjelma simbol perdebatan panas mengenai kebijakan AS tentang imigrasi dan pemisahan keluarga.

Moore mengungkapkan ia menangkap momen tersebut ketika tengah meliput keadaan di perbatasan AS.

Hawa Mahal: Istana Megah di India, Penjara Bagi Para Wanita

Koresponden khusus Getty Images dan jurnalis senior itu pun mengaku merasakan kesedihan yang teramat ketika menangkap momen emosional itu.

"Selama sepuluh tahun meliput masalah imigrasi saya selalu berusaha menyampaikan sebuah kisah yang oleh sebagian besar rekan media luput dimanusiawikan dan hanya ditangkap sebatas data statistik belaka," ungkap Moore.

Moore menambahkan, "Saya yakin, semua orang yang menyimak perdebatan ini (kebijakan rezim Trump soal imigrasi) melihat satu sama lain sebagai manusia yang layak dihormati dan pada akhirnya kita beharap dapat menemukan jalan keluar yang lebih manusiawi."

Kebijakan kejam rezim Trump

Kebijakan pemerintah Trump dinilai tidak manusiawi dalam menyikapi para imigran gelap di perbatasan.

Trump memisahkan anak-anak para imigran gelap yang tertangkap di perbatasan dengan keluarga mereka, dengan harapan memberi efek jera bagi para imigran gelap. 

Para orang dewasa yang berpergian dengan anak-anak dipenjara, sementara anak-anak mereka dipisahkan sebab tidak dapat ditahan di penjara usia dewasa.

Alhasil, total lebih dari 638 orang dewasa tengah menjalani tuntutan persidangan dan terpisah dari 658 anak-anak terhitung dari tanggal 6 Mei hingga 19 Mei.

Tindakan tidak manusiawi ini sontak mendapat reaksi keras dari banyak pihak, salah satunya dari organisasi yang berfokus pada kesejahteraan penduduk sipil, American Civil Liberties Union (Persatuan Kebebasan Sipil Amerika).

"Ini merupakan praktik hukum paling mengerikan yang pernah saya lihat dalam 25 tahun terakhir," tandas Lee Gelernt, pengacara American Civil Liberties Union.

Lee menambahkan, "Pemisahan semacam ini dapat menimbulkan trauma seumur hidup pada anak, terlebih ketika anak-anak merasa orangtua tidak dapat melindungi mereka."

Hal ini kian miris dengan adanya laporan Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS yang mengungkapkan tidak adanya sponsor (orangtua asuh) yang berminat membantu anak-anak para imigran gelap tersebut. 

Desakan dari segala penjuru membuat Trump mencabut perintah pemisahan keluarga tersebut, Rabu (20/6/2018).

Dalam surat perintah yang ia tandatangani disebutkan keluarga imigran harus ditahan bersama ketika mereka ditangkap karena masuk AS secara ilegal.

Betapapun kebijakan pemisahan keluarga secara tertulis telah dihentikan, hal ini tak lantas membuat dunia tak henti menyoroti langkah pemerintahan Trump terkait para imigran, sebab banyak aturan di dalamnya yang dirasa masih pincang dan tak manusiawi. (*)