Find Us On Social Media :

Sebanyak 564 Gempa Susulan Guncang Lombok Hingga Sabtu, 4 Agustus 2018

By Dewi Lusmawati, Sabtu, 4 Agustus 2018 | 09:59 WIB

Taman Nasional Gunung Rinjani terdampak gempa Lombok

Laporan wartawan Grid.ID, Dewi Lusmawati

Grid.ID - Nusa Tenggara Barat memasuki masa tanggap darurat selama tujuh hari pascagempa.

Seperti diketahui, Lombok diguncang gempa bumi 6.4 skala richter pada 29 Juli 2018.

Meski telah 5 hari berlalu, hingga Sabtu (4/8/2018), tercatat sebanyak 564 gempa susulan mengguncang Lombok.

Hal ini seperti dikutip Grid.ID dari dari unggahan Twitter Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho.

BACA JUGA: Kemendikbud Dirikan Sekolah Darurat untuk Siswa Korban Gempa di Lombok

Lewat akun @Sutopo_PN, pada 4 Agustus 2018, ia membagikan sebuah postingan.

"Jalur pendakian Gunung Rinjani Lombok masih ditutup. Pendaki dan wisatawan dilarang naik. Gempa susulan terus terjadi. Sudah 564 kali gempa susulan hingga 4/8/2018 pagi. Status Gunung Rinjani Waspada (level 2). Radius 1,5 km dari Gunung Barujari daerah yang berbahaya," tulis @Sutopo_PN.

Sutopo menulis bahwa hingga kini jalur pendakian gunung Rinjani masih ditutup.

Bahkan ia menyebut bahwa dalam radisu 1,5 km dari Gunung Barujari merupakan daerah yang berbahaya.

BACA JUGA: Kunjungi Lokasi Bencana, Presiden Jokowi Salurkan Bantuan dan Berdialog Langsung dengan Para Korban Gempa di Lombok

Sementara itu, dikutip dari Tribun Jabar, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, memberikan sejumlah rekomendasi teknis untuk beberapa pihak terkait gempa tersebut.

Kepala Sub Bidang Gempa Bumi dan Tsunami Wilayah Timur M Arifin Joko Pradipto mengatakan, masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan mengikuti arahan serta informasi dari petugas BPBD setempat dan tidak terpancing oleh isu yang menyesatkan tentang gempa bumi.

"Masyarakat agar tetap waspada dengan kejadian gempa bumi susulan yang energinya lebih kecil dari kejadian gempa bumi utama. Bagi masyarakat yang rumahnya mengalami rusak berat, rusak sedang, dan rusak ringan untuk sementara dapat tinggal di tempat-tempat pengungsian," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Tribun Jabar, Kamis (2/8/2018).

Pemerintah Provinsi NTB, dikatakan Arifin, agar melakukan upaya mitigasi gempa bumi, secara struktural dan non struktural.

BACA JUGA: Update Gempa di Lombok: Korban Tewas Bertambah Jadi 14 Orang

Mitigasi gempa bumi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang gempa bumi sehingga dapat mengurangi risiko bencana gempa bumi.

"Bangunan vital, strategis, dan mengundang konsentrasi banyak orang agar dibangun mengikuti kaidah-kaidah bangunan tahan gempa bumi," ujar Arifin.

Lebih lanjut dijelaskannya, hindari membangun pada tanah rawa, sawah, dan tanah urug yang tidak memenuhi persyaratan teknis, karena rawan terhadap goncangan gempa bumi.

Selain itu, hindari membangun pada bagian bawah, dan lereng terjal yang telah mengalami pelapukan dan kondisi tanahnya gembur karena akan berpotensi terjadinya gerakan tanah atau longsor bila diguncang gempa bumi.

BACA JUGA: Salah Satu Warganya Jadi Korban Meninggal Akibat Gempa di Lombok, Menpora Malaysia Ungkapkan Belasungkawa

"Kemudian, agar Pemprov NTB segera melakukan revisi RTRW berdasarkan data potensi bencana geologi. Peta kawasan rawan bencana (KRB) dan peta zona kerentana gerakan tanah yang diterbitkan oleh PVMBG, agar dipergubakan sebagai data besar untuk melakukan revisi RTRW tersebut," kata Arifin.

"Agar Pemprov NTB memasukkan materi kebencana geologi ke dalam kurikulum pendidikan agar para guru dan pelajar dapat memperoleh pengetahuan tentang mitigasi bencana geologi," katanya menambahkan.(*)