Find Us On Social Media :

4 Fakta Robohnya Hotel Roa Roa Akibat Gempa Donggala, Ada Atlet Paralayang Asian Games yang Menginap di Sana

By Septiyanti Dwi Cahyani, Selasa, 2 Oktober 2018 | 13:39 WIB

Hotel Roa Roa yang runtuh akibat gempa Palu

Namun, untuk jumlah pasti korbannya masih belum diketahui.

"Informasi dari manajer hotel.

Kurang lebih 50-60 orang belum dievakuasi dalam reruntuhan bangunan ini.

Namun, beberapa sudah kita evakuasi, ada yang selamat dan meninggal dunia.

Bangunan ini ambruknya betul-betul kolaps.

Baca Juga : Miris! Pasca Gempa dan Tsunami di Palu dan Donggala, Air Mineral Dijual Rp 50 Ribu/Botol

Bisa saja ada yang masih hidup, tapi belum bisa selamat karena belum ada alat berat", kata Syaugi.

3. Korban di balik puing-puing mulai ditemukan

Dua korban tewas ditemukan oleh tim SAR Palu dari reruntuhan bangunan Hotel Roa Roa pada Minggu (30/9/2018).

Humas Kantor SAR Palu, Fatmawati mengatakan, satu korban berhasil ditemukan pukul 09.30 WITA, atas nama Ikhsan Imbang (35) yang merupakan warga Jakarta.

Sementara itu, satu korban lainnya meninggal dunia dan sudah ditemukan pada Sabtu (29/9/2018) malam, namun masih belum diketahui identitasnya.

Baca Juga : Update Gempa Donggala: Uni Eropa Luncurkan Dana Rp 26 Miliar untuk Bantu Korban Gempa Donggala dan Tsunami di Palu

Selain itu, ada lima korban lainnya yang berhasil di evakuasi dalam keadaan selamat.

Fatma memperkirakan ada banyak korban yang masih tertimbun di balik reruntuhan hotel berbintang tiga tersebut.

4. Ada Atlet Paralayang Asian Games yang menginap di sana

Kepala Tim Nasional Paralayang saat Asian Games 2018, Gendon Subandono, menyebutkan, dari sekitar 30 atlet yang sedang bertanding di Palu, tinggal tujuh atlet yang belum diketahui keberadaannya hingga Minggu (30/9/2018).

Ketujuh atlet itu ternyata menginap di Hotel Roa Roa, Palu, yang runtuh akibat gempa donggala berkekuatan 7,4 SR.

Baca Juga : Update Gempa Donggala: Mendagri Klarifikasi Soal Kabar Dibebaskannya Warga Palu Melakukan Penjarahan di Minimarket

Gendon mengatakan jika hal itu dikarenakan faktor ketiadaan listrik dan sistem komunikasi yang belum pulih.

Akibatnya proses komunikasi dengan pihak Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah yang memantau di lapangan pun menjadi terbatas. (*)