Find Us On Social Media :

Daeng Ampa Bangga Sekaligus Takjub Melihat RSTKA Hasil Karyanya

By None, Selasa, 2 Oktober 2018 | 12:00 WIB

Daeng Ampa

Grid.ID - Mata Daeng Ampa (54) berbinar, bibirnya tersenyum melihat kapal Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) yang tampak kokoh dan megah di depannya.

Dari roman mukanya tertangkap kesan bangga sekaligus takjub melihat kapal yang tengah bersandar di pelabuhan Galesong, Takalar, Sulawesi Selatan, Selasa (2/10). Sambil matanya menatap tubuh kapal, ia menceritakan secara detil bagian demi bagian kapal yang dibuatnya tersebut. Bagi bapak empat orang anak tersebut ia pantas bangga melihat RSTKA karena kapal yang saat ini dikhususkan untuk misi kemanusiaan itu merupakan karya agungnya.

Kapal jenis phinisi dengan panjang 27 meter lebar 7,2 meter tersebut dibuat selama setahun lebih di galangan kapal miliknya di Galesong, Takalar.

Baca Juga : Update Gempa Donggala: Foto-foto Kondisi Kerusakan Kota Palu dan Donggala. Pemukiman Rata dengan Tanah, sampai Kapal Naik ke Darat

"Saya tidak bisa melupakan kapal ini, tidak seperti membuat kapal lainnya, kapal ini punya sejarah," kata Daeng Ampa dengan senyum penuh makna. Makanya ketika RSTKA dalam perjalanan dari Alor akan melakukan bakti sosial korban gempa di Palu dan Donggala, dia minta untuk bersandar di pelabuhan Galesong yang merupakan "tanah kelahiran RSTKA."

Tujuannnya selain untuk mengisi BBM dan logistik sekaligus dia ingin melihat keadaan kapal hasil karyanya.

"Karena memiliki ikatan emosional saya sampai ingat tanggal dan bulan pertama kalinya badan kapal diturunkan dan lambung kapal menyentuh air," katanya mengenang kapal yang memiliki fasilitas layaknya rumah sakit termasuk ruang operasi tersebut.

Bagi Daeng Ampa yang dalam kariernya selama 20 tahun lebih sudah menghasilkan ratusan kapal dan perahu tersebut ada banyak sisi menarik selama proses pembuatan sampai selesai yang membuatnya sangat membekas.

Diantaranya yang tidak bisa dilupakan adalah dia tidak menduga kalau kapal yang dibuatnya tersebut begitu jadi utuh bentuknya lebih besar dari yang ia bayangkan.

Akibatnya begitu kapal jadi dan diturunkan dari dok galangan tapi tidak bisa keluar ke arah laut sebab sungai yang akan dilintasi selain sempit juga dangkal.

"Saya bingung galangan saya di anak sungai yang bermuara di laut. Jadi satu-satunya jalan sungai yang dangkal itu terpaksa kita sewakan alat berat jenis eskavator untuk mengeruk lumpur di dasar sungai yang pengerjaannya memakan waktu sampai 10 hari lamanya," katanya mengenang.

Setelah selesi pengerukan ternyata "drama" tersebut belum selesai.

Ketika proses mengeluarkan kapal dari kandangnya itu bagian kapal menyentuh makam leluhur masyarakat Takalar yang kebetulan letaknya di tepi sungai.

Baca Juga : Tegang! Beredar Video Kru Kapal Rekam Suasana Laut Saat Gempa di Palu

Akibatnya warga marah dan sampai dilaporkan ke polisi, akibatnya polisi melarang kapal untuk dikeluarkan dan sempat dipasang police line pada badan kapal.

"Tapi dengan pendekatan yang baik dengan masyarakat setempat serta kepolisian akhirnya kapal dibebaskan dan diperboleh untuk ditarik keluar ke arah laut," kata direktur RSTKA, dr. Agus Harianto, SpB, salah seorang yang mengawal sejak pertama kali kapal dibuat.

Saat ini Daeng Ampa sangat bersyukur jika kapal hasil kerajinan tangannya tersebut dijadikan kapal rumah sakit.

"Saya ikut bangga sekaligus bahagia, kalau kapal hasil karya saya ini bisa begitu bermanfaat untuk kemanusiaan," katanya.

Ia sendiri juga mengakui bahwa membuat kapal ini benar-benar modal kepercayaan. Tidak seperti pemesan lainnya meski hanya pesan untuk membuat perahu ukuran kecil tapi dia selalu membuat surat perjanjian kesepakatan di awal pengerjaan. \

"Tapi ini justru tidak, saya sama dr. Agus saling percaya saja. Meski di tengah perjalanan sempat vakum bahkan sempat ditawar orang lain," papar Daeng yang kapal tersebut dijual dengan harga satu milyar tersebut.

Baca Juga : Berprestasi di dunia Bulutangkis, Kisah Perjuangan Susi Susanti Diangkat Jadi Film Layar Lebar

Ia cuma berpesan agar kapal berbahan kayu ulin dan jati hasil kerajinan tangannya tersebut dirawat dengan baik agar bisa bertahan lama.

"Kalau rajin dirawat kapal ini bisa bertahan 15 sampai 20 tahun. Dan selama itu pula bisa mengarungi samudra untuk memberi pelayanan kesehatan untuk ribuan orang," pungkasnya dengan bangga.

Gandhi Wasono M