Find Us On Social Media :

Menurut Penelitian, Asia Pasifik Memiliki Tingkat Depresi dan Penyakit Jiwa yang Lebih Tinggi

By Maharani Kusuma Daruwati, Selasa, 14 Desember 2021 | 21:00 WIB

Kaitan antara depresi berat dan bunuh diri

Parapuan.co Kesehatan jiwa dapat berdampak pada kesehatan fisik, sosial, dan ekonomi individu dan masyarakat di seluruh dunia.

Lebih dari tiga perempat orang yang menderita penyakit jiwa tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah dimana akses untuk perawatan kesehatan jiwa yang berkualitas sangat terbatas.

Bahkan lebh dari 75% orang dengan gangguan jiwa tidak mendapatkan perawatan sama sekali.  Mengutip dari rilis yang diterima PARAPUN, berdasarkan temuan utama dari dokumen white paper di wilayah Asia Pasifik bertajuk “Rising Social and Economic Cost of Major Depression: Seeing the Full Spectrum” yang dilakukan oleh KPMG di Singapura, terdapat kurang dari separuh pasien yang berjuang melawan gangguan depresi mayor (Major Depressive Disorder / MDD) di kawasan Asia Pasifik menerima diagnosis yang tepat, dengan 71% pasien MDD menderita gejala yang memburuk karena pengobatan tidak disesuaikan dengan kebutuhan mereka.

Baca Juga: Tak Hanya Dirasakan Ibu, Ini 4 Penyebab Baby Blues yang Dialami Ayah Data dari White Paper tersebut mengungkapkan bahwa Asia Pasifik memiliki tingkat penyakit depresi dan penyakit jiwa yang jauh lebih tinggi daripada bagian lain dunia.

Dokumen tersebut menyoroti bahwa orang yang hidup dengan depresi 40% kurang produktif daripada individu yang sehat, sedangkan harapan hidup seseorang dengan MDD adalah 20 tahun lebih pendek dari rata-rata. Penyebaran eksponensial dari pandemi Covid-19 juga bertindak sebagai faktor pendorong dalam pertumbuhan segmen tele-health di Indonesia.

Ini sangat bermanfaat bagi pasien serta profesional terlatih dalam domain perawatan kesehatan mental karena memungkinkan individu untuk memanfaatkan konsultasi profesional tanpa harus mengunjungi rumah sakit atau pusat perawatan primer.

Dengan peningkatan penetrasi internet di seluruh negeri, memungkinkan psikiater dan terapis terlatih untuk melayani lebih banyak pasien tanpa dibatasi oleh geografi.

Ini juga dapat memecahkan masalah kekurangan tenaga profesional terlatih dalam jangka pendek. Berdasarkan data riset kesehatan dasar dari Kementerian Kesehatan Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 6.1% penduduk berumur setidaknya 15 tahun di Indonesia menderita depresi.

Tidak ada data persis mengenai berapa banyak dari populasi ini yang menderita gangguan depresi mayor, namun diasumsikan bahwa proporsinya cukup besar. Selanjutnya, berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Indonesia tahun 2019, terdapat 1800 jiwa/tahun yang meninggal akibat bunuh diri, dimana 23.2% dari kalangan ini menyandang penyakit jiwa. Sebagai keberlanjutan komitmen Johnson & Johnson di Indonesia terhadap peningkatan kepedulian atas kesehatan jiwa, maka pada tanggal 4 Desember 2021 dan 14 Desember telah melaksanakan Depression Awareness Campaign “Kupas Tuntas Mengenai Depresi” secara virtual.

Baca Juga: Seperti Orang Dewasa, Anak juga Bisa Depresi, Ini Cara Mengatasinya! Istilah depresi tidak asing bagi kita.

Depresi adalah perasaan sangat sedih atau suasana hati yang buruk. Sebagian besar dari kita pernah merasakannya.

Pada sebagian orang depresi dapat reda dan tidak berdampak, namun bagi yang lain depresi dapat menjadi gangguan berat hingga berdampak pada kesehatan mentalnya dan perlu diwaspadai kemungkinan menderita Gangguan Depresi Mayor. Dalam ilmu kedokteran jiwa atau psikiatri, untuk mendiagnosis seseorang mengalami gangguan depresi mayor perlu diketahui apa saja gejala-gejala yang dialami.

Gangguan depresi mayor tidak hanya merupakan gangguan emosional atau suasana hati, namun umumnya juga menunjukkan gejala, fisik, psikis dan sosial yang khas.

Baca Juga: Ini 8 Hal yang Akan Terjadi Pada Tubuh Ketika Merasa Depresi Beberapa gejala gangguan depresi mayor adalah rasa sedih yang terus menerus, pesimis, rasa tidak berdaya, gampang tersinggung, insomnia, sulit makan, menarik diri hingga melakukan usaha untuk bunuh diri. Sebagai suatu peyakit, gangguan depresi mayor dapat ditangani dengan benar oleh tenaga medis atau tenaga kesehatan jiwa profesional.

Selain itu keluarga dan pendamping berperan penting dalam kesembuhan pasien. Penanganan gangguan depresi mayor mungkin membutuhkan kombinasi dari psikoedukasi, psikoterapi, pengobatan atau farmakoterapi (menggunakan antidepresan yang tersedia dalam bentuk tablet, semprotan hidung (nasal spray), dan sebagainya), dan neurostimulasi – dimana contoh neurostimulasi adalah repetitive Transcranial Magnetic Stimulation (rTMS) dan Electroconvulsive Therapy (ECT). Jika Kawan Puan, keluarga atau temanmu mengalami gejala-gejala yang disebutkan di atas dan mencurigai adanya gangguan depresi mayor, terutama bila ada niat untuk melukai diri sendiri dan atau bunuh diri, segeralah berkonsultasi pada tenaga kesehatan jiwa professional, seperti psikiater, dokter umum, atau psikolog.

(*)