Parapuan.co - Tampak sangat mudah untuk mengatakan kepada orang lain, "Tinggalkan saja mereka yang sudah menyakitimu berulang kali."
Namun, bagaimana jika dari mereka sendiri yang senantiasa memilih tetap bertahan?
Pasalnya, ada beberapa alasan seseorang tetap bertahan dalam hubungan toksik. Toh, bagaimana pun hubungannya, baik normal atau toksik akan sulit untuk melepaskan.
Baca Juga: 5 Tanda Ketidakdewasaan Emosional dalam Suatu Hubungan Menurut Psikolog
Hubungan toksik bisa merugikan, bikin sakit hati, dan berpengaruh pada mental hingga mengakibatkan stres atau depresi.
Melepaskan dan merelakan adalah solusi terbaik bagi hubungan toksik, tetapi ada beberapa alasan mengapa mereka tetap bertahan pada hubungan itu.
Ginnie Love Thompson, psikoterapis dan spesialis hubungan dan komunikasi di Florida, mengatakan setiap hubungan memiliki tingkat toksisitas.
Tidak ada hubungan yang sempurna, selalu ada masalah yang harus diselesaikan
Mengutip Bright Side, Ginnie menjelaskan alasan-alasan mengapa seseorang tetap bertahan dalam hubungan toksik, antara lain:
Takut Kesepian
Rasa takut kesepian dan sendiri dapat membuat orang bertahan dalam hubungan toksik atau hubungan yang beracun.
Mereka berprinsip dengan alasan sederhana bahwa lebih baik memiliki pasangan yang tidak sempurna daripada menjadi lajang.
Jika kamu mau melepaskannya, rasa kesepian ini bisa dikurangi dengan menyibukkan diri pada pekerjaan, bertemu orang terdekat, atau olahraga yang perlahan bisa mengurangi ingatanmu tentang si dia.
Takut Ditolak
Seseorang tetap berada dalam hubungan yang tidak sehat karena mereka takut ditolak di masa depan atau tidak akan bertemu tambatan hati kembali.
Sehingga mereka melekat pada pasangan mereka saat ini dan enggan untuk melepaskannya karena alasan penolakan.
Orang yang takut ditolak bisa mengalami kesulitan mengekspresikan diri, mengekspresikan pikiran, dan membela diri.
Percayalah, di masa depan kamu akan bertemu dengan pasangan sejatimu dengan hubungan yang lebih baik dari sekarang.
Baca Juga: Bagaimana Cara Menghadapi Teman yang Suka Menusuk dari Belakang?
Percaya Pasangan Bisa Berubah
Beberapa orang yang berada dalam hubungan toksik tetap bertahan karena mereka mencintai pasangannya dan bisa bertumbuh dari kesalahannya.
Mereka percaya bahwa suatu saat akan membaik dan hubungan tersebut dapat diselamatkan.
Selain itu, mereka mungkin berasumsi bahwa perilaku tidak sehat pasangannya adalah akibat dari keadaan yang sulit.
Kemudian, berpikir bahwa dapat kamu mengubah hubungan serta kekasihmu dengan menjadi pasangan yang lebih baik.
Pada kenyataannya, perilaku tersebut sering kali hanya menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu dan membuat hubungan kian rusak.
Memiliki Harga Diri yang Rendah
Seseorang yang memiliki harga diri rendah memiliki kecenderungan untuk tetap berada dalam hubungan toksik yang tidak sehat.
Setelah mengalami pelecehan dan perilaku toksik begitu lama, mudah bagi orang untuk jatuh ke dalam perangkap agar percaya bahwa mereka bersalah atas perilaku toksik pasangannya.
Harga diri yang rendah juga dapat membuat orang mempertanyakan nilai mereka sendiri dan apa yang mereka bawa ke dalam hubungan.
Oleh karena itu, mereka sering mengalami gaslighting karena sering dimanipulasi oleh pasangannya sendiri.
Baca Juga: Waspada! Ini Tanda-Tanda Teman yang Suka Menusuk dari Belakang
Merasa Bertanggung Jawab Atas Tindakan Pasangan
Gaslighting adalah salah satu bentuk kekerasan emosional, pelaku kadang membalikkan keadaan dan membuat pasangannya merasa bersalah atau seolah-olah bersalah, meski sebenarnya tidak.
Perilaku ini sering berkembang secara bertahap, sehingga menyulitkan seseorang untuk menyadari hal itu terjadi.
Apabila merasakan kecemasan, kebingungan, dan ketidakmampuan untuk mempercayai diri sendiri, itu adalah tanda-tanda gaslighting.
Perlu Kawan Puan pahami, melepaskan pasangan tentu tidak mudah terlebih jika sudah pernah mengalami masa-masa sulit dan bahagia bersama.
Namun, kamu juga perlu bahagia dan bebas dari tekanan orang lain yang menyulitkanmu.
Kamu tidak sendirian, ada lingkungan terdekat seperti keluarga, anak, sahabat, psikiater, atau psikolog yang bisa mendengarkan keluhan dan mengurangi kecemasan kamu. (*)
Source | : | Bright Side |
Penulis | : | Ericha Fernanda |
Editor | : | Aghnia Hilya Nizarisda |
KOMENTAR