Hasilnya, vaksin tersebut memberikan kekebalan tubuh tikus terhadap virus SARS-CoV-2 dan varian lainnya.
“Kandidat vaksin ini 100 persen efektif, karena semua tikus – jika Anda lihat datanya – terlindungi,” ujar Nova saat berada kantornya, di Boston Children’s Hospital, Massachusetts.
Nova bersama koleganya Hidde Ploegh dan Thibault J Harmand mengembangkan penelitian ini pada April 2020 setelah pengumuman status Covid-19 oleh WHO.
Bahkan Oktober lalu, Nova masuk ke dalam daftar 35 inovator Asia Pasifik berusia di bawah 35 tahun versi MIT Technology Review bersanding dengan Mark Zuckerberg dan Larry Page.
Ia dianggap mempelopori teknologi nanobodi untuk pengobatan penyakit autoimun.
"Innovators Under 35 MIT Technology Review" sendiri merupakan pengakuan terhadap para inovator muda yang karya-karyanya dapat merevolusi gaya hidup dan membentuk masa depan dunia teknologi dan industri.
Sebelum menekuni bidang bio-engineering, Nova menamatkan pendidikan SMA di Singosari, Malang, Jawa Timur.
Baca juga: Profil Nafsiah Mboi, Perempuan Hebat yang Jadi Menteri Kesehatan di Usia 71 Tahun
Sejak dulu, ia ingin menguasai ilmu yang bisa membantunya menolong orang-orang sakit karena beberapa orang terdekatnya meninggal tiba-tiba usai sakit tanpa diagnosis.
“Saya punya bibi yang saat saya beranjak dewasa menderita lupus, sebuah penyakit autoimun yang cukup umum. Beberapa teman saya juga menderita dan meninggal karena lupus waktu SMP. Hal-hal seperti itu yang benar-benar membuat Anda sadar bahwa ada banyak penyakit yang tidak dapat disembuhkan." Cerita Doktor lulusan Massachusetts Institute of Technology (MIT) itu.
Nova juga sempat kuliah kedokteran di Indonesia selepas SMA, namun ia memutuskan keluar karena tidak cocok dengan sistem pendidikan di kampusnya.
Source | : | kompas,Parapuan.co |
Penulis | : | Aulia Firafiroh |
Editor | : | Aulia Firafiroh |
KOMENTAR