Laporan Wartawan Grid.ID, Nesiana Yuko Argina.
Grid.ID - Apa yang kamu ingat jika berbicara tentang sekolah?
Apakah anda pernah menemukan papan tulis berwarna hijau?
Pada beberapa sekolah biasa menggunakan papan tulis kapur.
Hanya saja sekarang lebih populer menggunakan papan tulis untuk spidol bukan lagi kapur.
Meski demikan, papan tulis kapur juga masih populer kok.
Bisa berwarna hitam, atau mungkin kita pernah menemui yang berwarna hijau.
Kenapa harus berwarna hijau?
Baca Juga : Lebih Plih Syahrini Jadi Istri, Psikolog Jelaskan Hal Apa yang Bikin Reino Barack Ilfeel dengan Luna Maya
Pada mulanya di abad ke-18, papan tulis benar-benar berwarna hitam.
Papan tulis tersebut juga hanya berukuran mini, terbuat dari kayu yang dicat hitam.
Lambat laun mereka mulai berinovasi pada papan tulis yang lebih lebar.
Baru pada tahun 1800an ide papan tulis besar itu muncul.
Pada suatu ketika kepala sekolah Skotlandia bernama James Pillans, ingin siswanya menggambar peta. Ia sadar papan tulis kecil tidak akan muat.
Pillan mulai menyatukan banyak papan tulis demi menjadi lebih besar. Ide yang digunakan oleh Pillan segera didengar banyak orang.
Baca Juga : Buatkan Headpiece untuk Lamaran, Rinaldy Yunardi Doakan Pernikahan Syahrini dan Reino Barack
Hingga pada akhirnya tahun 1815, ruang besar yang digunakan untuk menulis dan menggambar tersebut diberi nama: papan tulis.
Berkembang tahun demi tahun, pada 1840 papan tulis besar dikirimkan ke sekolah-sekolah di Amerika dan Eropa.
Sementara warna hijau baru digunakan pada sekitar tahun 1960.
Papan tulis mulai dibuat dari pelat baja yang dilapisi enamel atau lapisan mengandung porselen hijau.
Digunakan warna hijau dengan pertimbangan warnanya tidak menyilaukan dan lebih enak dipandang.
Batu kapur yang digunakan juga lebih mudah terhapus secara keseluruhan.
Dengan pertimbangan bahan yang digunakan lebih ingan dan rapuh, sehingga harga juga lebih murah.
Karena lebih ringan, hal ini memungkinkan juga melakukan pengiriman lebih aman.
Jadi, lebih suka berwarna dasar hitam atau hijau? (*)
Penulis | : | Nesiana Yuko Argina |
Editor | : | Winda Lola Pramuditta |