Laporan Wartawan Grid.ID, Nopsi Marga
Grid.ID - Pengumuman akhir hasil rekapitulasi perhitungan dan perolehan suara tingkat nasional untuk Pilpres 2019 ditetapkan dan diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), Selasa (21/5/2019) dini hari.
Sebelumnya, KPU menyatakan akan memberikan pengumuman hasil Pilpres 2019 pada Rabu (22/5/2019).
Banyak pihak yang meragukan pengumuman KPU lantaran diumumkan pada dini hari dan lebih cepat satu hari dari tanggal yang ditetapkan sebelumnya.
KPU pun angkat suara untuk menjawab pertanyaan masyarakat.
"Kalau memang sudah selesai masa kita tunda besok, kan sudah selesai," ungkap Ketua KPU Arief Budiman, seperti yang Grid.ID kutip dari laman Tribunnews.com
"Ya hari ini untuk hasil rekapitulasi ditetapkan hari ini," imbuh Arief.
Suara yang masuk dan sah sejumlah 154.267.601 dari 34 provinsi dan 130 wilayah luar negeri.
Baca Juga: Nekat Ikut Demo, Pemuda Ini Menangis Teriak 'Mama' Saat Terkena Semprotan Gas Air Mata
Melansir laman Tribunnews.com, capres-cawapres nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin memperoleh suara 85.607.362 atau setara 55,50 persen dari total suara sah nasional.
Sedangkan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memperoleh suara 68.650.239 atau setara dengan 44,50 persen dari total suara sah nasional.
Selisih suara keduanya adalah 16.957.123, Jokowi-Ma'ruf Amin unggul dari Prabowo-Sandiaga Uno.
Pihak Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi merasa hasil perhitungan sauara KPU tidak sah, dan ingin melayangkan gugatan sengketa ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Menyikapi pengumuman dari KPU tentang hasil rekapitulasi nasional pada dini hari tadi, rapat hari ini memutuskan paslon 02 akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi," ungkap Direktur Advokasi dan Hukum BPN Sufmi Dasco Ahmad seperti yang Grid.ID kutip dari laman Kompas.com.
Usai pengumuman dari KPU, BPN akan menyiapkan materi untuk mengajukan gugatan sengketa ke MK.
Namun, Mantan Ketua MK menyatakan bahwa pembuktian kecurangan Pilpres 2019 akan sangat sulit dilakukan.
Baca Juga: Polisi Tangkap 69 Provokator di Aksi 22 Mei, Mayoritas Datang dari Luar Jakarta
Hamdan Zoelva mengatakan hal tersebut saat diwawancarai oleh Aiman Witjaksono dalam program Aiman yang ditayangan Kompas TV, Senin (20/5/2019).
Alasan pertama pihak BPN sulit membuktikan kecurangan Pilpres 2019 dikarenakan selisih suara lebih dari 10 juta suara di ribuan tempat pemungutan suara (TPS).
"Jadi MK itu berpikir hal-hal yang lebih besar, kesalahan di satu TPS, misalnya kalau bedanya 10 juta (selisih suara), ya kan tidak mungkin dibatalkan pemilunya," ungkap Hamdan seperti yang Grid.ID kutip dari laman Kompas.com.
Kecurangan juga pernah terjadi pada Pilpres 2014 lalu, namun karena kasus kecurangan hanya sedikit, sehingga tidak berpengaruh kepada hasil Pilpres 2014.
Baca Juga: Polisi Temukan Amplop Berisi Uang Tunai dari Masa Pendemo Aksi 22 Mei, Diduga Ada Massa Bayaran
Alasan kedua yakni perolehan suara pada Pilpres 2019 hampir merata di seluruh Indonesia.
Melansir laman Kompas.com, ketimpangan jumlah perolehan suara hanya terjadi sedikit di beberapa tempat, hal tersebut dinilai semakin menyulitkan pembuktian dugaan kecurangan. (*)
Penulis | : | Grid Reporter |
Editor | : | Nurul Nareswari |