Ya, sekitar abad ke-19, pembalut sekali pakai pertama kali diciptakan untuk para tentara pria yang berjuang di medan perang.
Pembalut ini diciptakan sebagai perban praktis dengan fungsi untuk menghentikan pendarahan dalam waktu singkat.
Penggunaan yang praktis dan daya serapnya yang cukup baik membuat perban ini lebih sering digunakan daripada perban balut linen pada umumnya.
Perusahaan sponsor perang pada masa itu memproduksinya secara massal dengan nama Cellucotton.
Namun pada akhir perang di tahun 1918, produksi Cellucotton yang berlebih akhirnya dialihfungsikan oleh para perawat wanita sebagai pembalut menstruasi mereka.
Terinspirasi dari para perawat ini akhirnya perusahaan mengembangkan produk pembalut wanita dengan bahan yang sama dengan nama Kotex pada tahun 1920.
Baca Juga: Berbahaya Bagi Kesehatan, Berikut 4 Jenis Kesepian, Ikuti Tesnya dan Cari Tahu Tingkat Kesendiranmu!
Pembalut sekali pakai seperti Kotex pun langsung memiliki banyak penggemar karena harganya yang murah dan pemakaiannya yang mudah.
Produk pembalut sekali pakai ini pun berhasil menyingkirkan produk kewanitaan yang pada masa itu terbilang rumit seperti sabuk menstruasi atau menstruasial pad yang terbuat dari bahan flanel.
Hingga pada awal abad 21 lah pembalut sekali pakai mulai muncul dengan beragam bentuk dan fungsi.
Salah satu produk yang berhasil menggeser popularitas pembalut bentuk pad adalah tampon dan cangkir menstruasi.
Cara ini sering dianggap lebih baik dibanding pembalit sekali pakai yang kerap menggunakan pemutih.
Selain itu, pembalut sekali pakai juga dianggap kurang ramah lingkungan.
Beberapa perempuan memilih menggunakan cangkir menstruasi atau menstruation pad yang bisa dicuci kembali.
(*)
Source | : | Kompas.com,The Femme International |
Penulis | : | Tata Lugas Nastiti |
Editor | : | Tata Lugas Nastiti |