Pemerintah desa sudah melakukan upaya mediasi, namun SE dan SS tetap membongkar rumah tersebut.
"Sudah saya bilang, jangan dibongkar. Masih ada anak dan hak waris bisa ke anak pasangan SS dan SE,”ujar Wignyo.
Karena tak bisa menyepakati ganti rugi yang diminta sang suami, akhirnya rumah tersebut disepakati untuk dirobohkan.
“Pada mediasi awal sudah disepakati. Kemudian dilakukan mediasi lagi karena masih ada perselisihan,” terang Wignyo.
Hingga akhirnya rumah tersebut dirobohkan dengan kesepakatan dan membuat surat pernyataan yang ditandatangai di atas materai 6000.
“Surat pernyataan dibuat dan ditandatangani pada tanggal 31 Desember 2019,” terang Wignyo.
Satu hari setelah membuat surat pernyataan dan ditandatangani pada tangal (1/1/ 2020), secara bertahap pembongkaran langsung dimulai.
“Tiba-tiba sang suami merobohkan dengan alat berat. Sebetulnya ini tidak diizinkan karena di kawasan permukiman penduduk,” terang Wignyo.
Puncaknya terjadi pada (3/1/2020) lalu, rumah secara total telah dirobohkan menggunakan alat berat ekskavator.
Lantas saja pembongkaran rumah tersebut mencuri perhatian dan menghebohkan warga sekitar.
Bahkan beberapa warga justru mengambil video dan memviralkan aksi pembongkaran rumah tersebut.
(*)
Source | : | Kompas.com,tribunnews |
Penulis | : | Novia |
Editor | : | Nurul Nareswari |