Grid.ID - Kasus yang melibatkan seorang mahasiswa asal Indonesia, Reynhard Sinaga masih menjadi perbincangan publik di seluruh dunia.
Seperti diketahui, Reynhard Sinaga divonis bersalah setelah terbukti dalam 159 kasus pemerkosaan, dan serangan seksual terhadap 48 pria.
Bahkan, dari 159 kasus, ada 136 dakwaan pemerkosaan, yang mana korbannya diperkosa berkali-kali oleh Reynhard Sinaga.
Tak pelak pria kelahiran Jambi, 36 tahun silam ini disebut sebagai predator seks paling keji di seluruh dunia.
Reynhard bahkan diduga telah memerkosa 195 laki-laki di Manchester, Inggris, selama mengenyam pendidikannya.
Melansir laman telegraph.co.uk, Reynhard Sinaga telah melakukan aksi tersebut selama 2,5 tahun dari 1 Januari 2015 hingga 2 Juni 2017.
Sidang kasus Reynhard Sinaga telah dilakukan sebanyak 4 tahap, dan sudah dimulai sejak Juni 2018 lalu.
Hingga pada Senin (6/1/2020) lalu, pembacaan putusan dilakukan oleh hakim Suzzane Goddard.
Dari tangan pelaku, polisi mengamankan 15 buah DVD lengkap dengan 1500 film, yang memperlihatkan aksi Reynhard memerkosa para korbannya.
Meski telah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dan dikutuk oleh ribuan orang di seluruh dunia, Reynhard justru masih bisa tersenyum.
Namun, seorang sejarawan yang kini tinggal di Indonesia, Profesor Peter Carey malah sangat khawatir dengan nasib Reynhard.
Sang profesor bahkan berharap bahwa Reynhard mendapatkan perlakuan yang berbeda dari pelaku kejahatan lainnya.
Melansir laman Tribunnews.com, hal itu lantaran, pengalaman dari seorang tahanan yang terlibat kasus seksual akan menghadapi jalan yang penuh 'ranjau'dan 'berbatu' di dalam sistem kepenjaraan di Inggris.
"Sebab ada banyak orang yang akan memilih mereka (narapidana kasus kekerasan seksual) untuk dihantam, dipojokan atau di-bully. Tidak mudah," kata Peter Carey di kediamannya di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (11/1/2020).
"Jadi, mungkin Reynhard harus ada perlindungan, harus ada sistem di mana dia di salah satu bagian dari kepenjaraan yang memastikan bahwa dia tidak dibunuh di dalam penjara," imbuhnya.
Dalam kasus Reynhard, Peter mengungkapkan satu unsur penting yang perlu diperhatikan, yakni psikopat yang dimiliki oleh sang predator.
Bahkan, lantaran psikopat, Reynhard menjadi musuh bagi dirinya sendiri hingga berani memfilmkan aksi pemerkosaannya.
"Jadi dia mendakwa diri sendiri dengan sistem psikopat dia, kalau dia bukan seorang psikopat mungkin dia akan destroy the evidence," kata Peter Carey.
Peter juga berpendapat bahwa harus ada seorang psikolog yang terlibat dalam memutuskan lokasi penjara untuk Reynhard.
Lebih lanjut, Peter juga berpendapat bahwa unsur medis harus dipertimbangkan karena mungkin, selama empat kali sidang yang dijalani Reynhard, hal itu tak pernah dibahas.
"Sebenarnya dia santai-santai saja, dia tertawa waktu lihat film, dia sisir rambut yang sudah panjang, dia terlihat santai-santai saja dengan semua hal yang membuat juri, anggota dari pengadilan, saksi, dan hakim merasa mual," katanya.
"Jadi ada sesuatu yang betul-betul aneh dengan seorang Reynhard," tandasnya.
Tak hanya soal penjara, Peter juga menanggapi soal sidang Reynhard yang dilakukan tertutup.
Sang profesor mengungkapkan, setidaknya ada tiga alasan sidang Reynhard di pengadilan Manchester digelar sangat tertutup.
Dari penuturan Peter, jika sidang pertama saja sudah diliput media, maka yak akan ada sidang-sidang selanjutnya yang dinilai sah.
"Sebab orang nantinya sudah dibombardir oleh alasan dan opini di media massa yang akan membentuk bagaimana cara mereka menganggap kasus ini, jadi pertama ada empat proses (empat kali persidangan)," ungkap profesor 71 tahun ini.
Alasan kedua, proses sidang bagi pelaku tidnakan kriminal di Inggris selalu melibatkan 12 orang juri.
Ke-12 juri itu akan menilai jalannya persidangan mulai dari keterangan saksi hingga bukti yang dihadirkan.
Juri-juri ini juga berhak untuk memutuskan apakah dalam kasus ini terdakwa salah atau salah tapi ada keringanan, atau yang lainnya.
"Mereka dengan kepala dingin harus melihat evidence dan apa yang sudah disajikan dalam pengadilan. Dengan bukti begini mereka akan mengambil kesimpulan. Karena mereka juga pada akhirnya sesudah mendengar saksi dari terdakwa, pengacara, saksi spesial dan khusus yang dipanggil, dan juga ringkasan dan kesimpulan dari hakim sendiri, mereka akan ambil salah satu mufakat," ungkap Peter Carey.
Di Inggris, harus ada mayoritas suara yang jelas mengenai vonis yang dijatuhkan bagi terdakwa. Maka, setiap pimpinan juri akan melaporkan kepada hakim bahwa mereka satu pendapat dalam sidang.
Dan alasan ketiga, korban Reynhard diperkirakan mencapai 190 orang, sehingga privasi para korban menjadi prioritas pengadilan Inggris.
"Kami di Inggris tidak akan melakukan pelecehan dua kali. Pelecehan awal adalah di tangan Reynhard sendiri, pelecehan kedua adalah di media massa sebab mereka, korban, mungkin akan dicap senang mabuk atau orang yang punya kenderungan sexual preferences seperti ini," terangnya.
(*)
Source | : | Tribunnews.com,telegraph.co.uk |
Penulis | : | Nopsi Marga |
Editor | : | Nopsi Marga |