Laporan Wartawan Grid.ID, Novia Tri Astuti
Grid.ID - Petugas kepolisian, Subdit IV Renakta Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimun) Polda Sumut bongkar praktik pijat plus-plus.
Praktik pijat yang dikhusukan untuk laki-laki (gay) di Kota Medan ini berhasil diringkus pada Rabu (3/6/2020).
Mengutip dari Tribunnews pada Kamis (4/5/2020), pengungkapan pijat tersebut dipaparkan secara langsung oleh Reserse Kriminal Umum Polda Sumut Kombes Pol Irawan Anwar.
Dalam keteranganya Irawan mengatakan dalam kasus ini telah berhasil mengamankan 11 pelaku.
Tak hanya itu, pihaknya juga mengamankan berbagai barang bukti di antaranya handphone, uang dan alat kontrasepsi.
"Ada 11 orang yang diamankan semuanya laki-laki. Dimana 1 orang berinisial A adalah sebagai perekrut dan yang menyediakan tempat. Sedangkan lainnya adalah terapis," ujarnya.
Menurutnya dalam praktik pijat ini, seluruh terapis berjenis kelamin laki-laki.
Sementara pasien dan penyedia kebutuhan juga berjenis kelamin laki-laki.
Dengan demikian Irawan menyebutkan ini sangat aneh ketika menemukan alat kontrasepsi berupa kondom di dalam pengerebekan tersebut.
"Makanya menjadi aneh kalau ada kondom dan alat kontrasepsi yang ditemukan di TKP."
"Untuk alat kontrasepsi yang diamankan, dibawa ke Polda Sumut adalah yang utuh. Sementara yang sudah dipakai, diamankan personel dan sudah dibuang," ungkapnya.
Selanjutnya kombes Irawan juga menyebutkan bahwa praktik pijat dilakukan sangat tertutup dan terbatas.
"Tentunya para pelaku sudah mempunyai jaringan, atau sel-sel komunikasi yang bisa mempertemukan antara mereka dengan para pengguna."
"Itu yang kami dalami, ada alat grup yang mereka gunakan. Dari hasil pemeriksaan kepada pelaku (praktik ini) kurang lebih dua tahun (sudah berjalan)," tuturnya.
Sementara itu melansir dari Kompas, tempat pijat yang diduga melayani seks menyimpang ini disebutkan telah beroprasi selama dua tahun lamanya.
Mereka disebutkan hanya melayani pelanggan yang sudah dikenal oleh oleh pelaku saja.
Tempat prostitusi yang berkedok sebagai rumah biasa di areal perumahan elit ini mulanya sulit untuk dideteksi.
Dan kini untuk mempertanggung jawabkan perbuatanya para pelaku terancam dipenjara paling singkat tiga tahun atau maksimal 15 tahun dengan denda paling sedikit Rp120 juta dan maksimal Rp600 juta.
Hal ini tercantum dalam perundang-undangan nomor 21 tahun 2007 tentang perdagangan orang.
"Selain itu bisa dijerat dengan pasal 296 KUHP yaitu menyebabkan atau memudahkan terjadinya perbuatan cabul," pungkasnya.
(*)
Penulis | : | Novia |
Editor | : | Winda Lola Pramuditta |