Terutama pada rumah tangga yang mengalami pengeluaran yang kian bertambah.
"Hal ini mengindikasikan pengaruh tekanan ekonomi pada potensi kekerasan di dalam rumah tangga," jelasnya.
Selain itu, Maria Ulfah Anshor juga menyebutkan kurang dari 10 persen perempuan yang menjadi korban kekerasan telah melaporkan kasusnya.
Sebagian besar memilih bersikap diam atau hanya memberitahukan kepada saudara, teman, atau tetangga.
Menurut Maria, responden yang tidak melaporkan kasusnya adalah mereka yang berlatar belakang pendidikan tinggi.
"Hampir 69 persen responden juga tidak menyimpan kontak layanan untuk dapat mengadukan kasusnya," ujar dia.
Sementara itu melansir dari Tribun Cirebon, sebelum adanya pandemi Indonesia telah mencatat kasus kekerasan sebanyak 431.471 terhadap perempuan.
Sepanjang tahun 2019 lalu angka tersebut dikabarkan meningkat sebanyak enam persen dibandingkan tahun 2018 yang hanya 406.178 kasus.
(*)
Source | : | Kompas.com,Tribun Cirebon |
Penulis | : | Novia |
Editor | : | Nesiana Yuko Argina |