Laporan Wartawan Grid.ID, Devi Agustiana
Grid.ID – Kasus kekerasan terhadap anak memang sangat memilukan.
Apalagi jika alasannya kesal lantaran sang anak susah diajari saat belajar online.
Namun, inilah kenyataan yang terjadi di Lebak, Banten.
Mengutip laman Kompas.com, jasad bocah 8 tahun ditemukan terkubur dengan pakaian lengkap di TPU Gunung Kendeng, Kecamatan Cijaku, Lebak.
Setelah ditelusuri, rupanya anak yang masih duduk di bangku kelas 1 Sekolah Dasar itu dianiaya sang ibu berinisial LH (26).
Konon, LH tega membunuh anaknya karena kesal lantaran korban susah diajari saat belajar online.
Terlepas dari kebenaran pengakuan itu, namun kesabaran orangtua memang kerap diuji di masa-masa proses belajar online.
Mendampingi anak belajar dari rumah memang bukan hal yang mudah.
Apalagi di masa pandemi Covid-19 saat ini, belajar di rumah secara online menjadi sesuatu yang tak bisa dihindari.
Padahal, memang semua pelajaran anak juga belum tentu orangtua kuasai.
Ada dua hal yang perlu dipahami orangtua ketika mendampingi anak belajar di rumah:
1. Jangan jadi guru
Dilansir Grid.ID dari laman Nova, saat menemani anak belajar di rumah, barulah kita sadar bahwa menjadi guru bukanlah hal mudah.
Akan tetapi, kita tak perlu belajar buru-buru untuk bisa mengajar seperti guru.
Hal ini karena peran kita adalah sebagai orangtua, pendidik paling pertama dan utama untuk anak-anak.
Kita sebagai orangtua tidak perlu harus tahu semua pelajaran anak agar bisa mendidik dengan baik.
Baca Juga: Maia Estianty Perkenalkan Anggota Baru 'Duo Ratu', Netizen Malah Gemas Tak Karuan: Astaga..
Sekalipun kita juga berprofesi sebagai guru, akuilah masih ada hal-hal yang tidak kita tahu.
Jika orangtua harus bisa mengetahui dan mengerjakan setiap pelajaran anaknya, entah kapan hal tersebut bisa terjadi, mungkin butuh keajaiban.
“Bahwa orangtua harus paham apa yang anak sedang pelajari, tujuan belajarnya apa, dan bagaimana cara dia mendampingi anaknya belajar di rumah yang fokusnya mencapai tujuan belajarnya, itu harus,” ujar Yulia Indriati, Direktur Yayasan Rangkul Keluarga Kita Berdaya.
Ibu dua anak ini menekankan, mendampingi anak belajar dan mengerjakan soal-soal yang ada di tugas anak, adalah dua hal yang amat berbeda.
Bahkan, bukan materi sekolah anak yang harusnya orangtua pelajari, melainkan cara mendampingi anak yang tepat dan baik.
“Orangtua perlu menyadari dan membuka diri bahwa dirinya perlu belajar. Melalui kesadaran bahwa parenting itu sulit dan mengakui dirinya punya kebutuhan, orangtua memulai proses belajar pengasuhan. Mendampingi anak belajar itu hanya salah satu bagian,” jelas Yulia.
Ia melanjutkan bahwa peran orangtua hanya sebagai fasilitator.
“Peran orangtua itu sebenarnya fasilitator. Kita menjadi pendamping anak supaya dia lebih bisa menemukan jawaban atas apa yang dia butuhkan. Itu yang dinamakan mendampingi.”
“Kita bukan pemberi jawaban. Jawaban akan dia temukan sendiri,” tambahnya.
Baca Juga: Cathy Sharon Sebut 2 Ketakutan Terbesarnya Setelah Bercerai
2. Jangan ambil alih tugas anak
Jika ditanya kenapa ada orangtua yang sangat semangat belajar pelajaran anak demi membantu anak menjawab soal, pasti jawabannya demi anak.
Namun, apakah benar itu demi kebutuhan anak atau kebutuhan diri sendiri agar cepat terbebas dari tugas mendampingi sekolah anak?
“Kalau paham tujuan belajarnya apa, cara mendampingi kita sesuai dengan peran kita sebagai orangtua. Tahu bagaimana mengarahkan anak untuk mendapatkan jawabannya, itu tugas orangtua, entah tanya guru atau sumber lain. Bukan mencarikan jawabannya,” ujar Yulia.
Bahkan, orangtua tidak perlu malu dan ragu untuk mengakui ke anak ketika anak bertanya, kita sama sekali tidak tahu itu apa.
Yulia menambahkan, dengan begitu, maka anak akan belajar artinya proses.
Anak akan belajar dari yang tidak tahu hingga mereka sama-sama tahu.
“Kalau anak yang ditanya dan kita langsung kasih jawaban, anak enggak belajar apa-apa. Itu namanya kita mengambil alih persoalan hidup anak. Diawali menjawab PR sampai besarnya soal cari pasangan. Masalah hidup dia pada akhirnya orangtua yang selesaiin,” kata Yulia.
Ia menyayangkan ketika orangtua masih merasa persoalan anak adalah persoalannya dan pencapaian anak adalah pencapaiannya.
Padahal, anak punya hidupnya sendiri.
Baca Juga: Mengenal Nomophobia, Kecemasan Ketika Tak Memegang Ponsel, Ahli: Paling Parah Terjadi Pada Pelajar
Orangtua memang memiliki tanggung jawab.
Akan tetapi, hanya dengan membantu anak, bukan mengambil alih.
(*)
Source | : | Kompas.com,Nova |
Penulis | : | Devi Agustiana |
Editor | : | Ayu Wulansari Kushandoyo Putri |