Grid.ID - Baru-baru ini, terkuak fakta terkait bayaran yang diterima oleh para pemeran hantu dalam film 'KKN di Desa Penari'.
Film yang satu ini memang sedang menarik perhatian publik karena diambil dari sebuah utas atau thread di Twitter.
Lantas, apa saja peran yang dijalani para pemain hantu dan berapa bayarannya?
Tingginya minat masyarakat Indonesia terhadap film KKN di Desa Penari berhasil menghantarkan film tersebut menjadi film yang paling banyak ditonton dengan jumlah 7 juta kali penayangan.
Tetapi di balik kesuksesan film itu, ternyata juga ada kisah pilu yang dirasakan pemainnya.
Kisah pilu tersebut dirasakan oleh Subardo yaitu salah satu warga Dusun Ngluweng, Kalurahan Ngleri Kapanewon Playen, Gunungkidul yang dilibatkan berperan menjadi hantu dalam salah satu adegan di film tersebut.
Awalnya, pemilik akun Twitter @dwikiaprinaldi mencuitkan soal bayaran kerja pemeran hantu di film KKN di Desa Penari yang ternyata dibayar rendah.
"di Jogja, hantu pun underpaid, gws," tulis Dwiki dilansir dari Twitter, Jumat (20/5/2022).
Subardo pun lantas membagikan pengalaman syutingnya menjadi hantu, hingga bayaran yang diterimanya.
"Saya itu didapuk (diminta) jadi hantu. Selain itu saya juga ikut jaga di sini," ujar Subardo, TribunJatim.com mengutip dari TribunStyle.
Tak hanya ia seorang, ternyata ada sejumlah 50 warga lain yang juga ikut proses syuting.
Fakta lain yang mengejutkan, ternyata selama 24 jam riasan wajah hantu tak boleh dihapus.
Serta mereka harus menunggu dalam bus ber-AC agar riasannya tidak luntur.
Selain itu, selama waktu syuting, talent diminta untuk tak memejamkan mata.
Jika ada satu orang yang tidak sengaja mengedipkan mata atau melakukan gerakan lain yang tak sesuai yang diinginkan, maka siap-siap saja akan mengulang adegan tersebut.
Usut punya usut, alasan Subardo dan warga lain dilibatkan syuting tersebut, karena syuting tersebut memakan waktu lebih dari satu hari.
Lantas mereka pun diberi upah sebesar Rp 75 ribu.
"Bayangkan mata tak boleh berkedip dalam waktu yang lama. Kami dibayar Rp 75 ribu sekali pengambilan gambar," bebernya.
Di samping alasan pengambilan gambar dan upah, pria tersebut juga menceritakan kejadian mistis berupa kesurupan.
Kejadian itu rupanya dialami oleh seorang kru saat hendak syuting di rumah Ngadiyo, rumah utama dalam film tersebut.
"Saya sendiri yang menunggui kru di rumah sakit. Kru itu harus dilarikan ke rumah sakit karena alami gangguan pernafasan," tandasnya.
Warga lain yang ikut berpartisipasi dalam film itu adalah Sukadi (67).
"Saya hanya sehari saja, waktu itu disuruh mengumpulkan daun-daunan," kata Sukadi, salah satu warga Padukuhan Ngluweng, saat ditemui di rumahnya, dikutip TribunJatim.com dari Kompas.com.
Dia memilih meneruskan pekerjaan sebagai petani dibandingkan ikut pembuatan film, apalagi memiliki beberapa hewan ternak yang membutuhkan pakan setiap hari.
"Kalau syuting film repot, selain itu harus mencari pakan ternak," kata dia.
Warga lainnya, Sardiman (63), mengaku menjadi peran figuran di film KKN di Desa Penari selama tiga hari.
"Jadi mikul tomblok (tempat pakan), saya syuting tiga kali dan ternyata capek ikut syuting itu. Tidak banyak percakapan. Saya ikut syuting di tiga tempat. Setiap adegan ada 5-10 menit," kata Sardiman.
Selain ikut peran, dirinya menjadi penjaga malam lokasi pengambilan gambar.
"Saya jaga malam di setiap lokasi syuting jaga alat-alat dapat Rp 2 juta. Saya jaga bersama dua rekan saya, yaitu Antok dan Marsidi, semua masing-masing dapat Rp 2 juta," kata dia.
Ketua RT 2 RW 1 Pedukuhan Ngluweng, Kalurahan Ngleri, Kapanewon Playen, Chasanah membenarkan bahwa wilayahnya menjadi salah satu pengambilan gambar film.
Rumah milik Ngadiyo menjadi salah satu lokasi utama.
Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul
Pengakuan Pemain Hantu Film KKN Desa Penari, Tak Boleh Kedip hingga Hapus Make Up, Bayaran Pantas?
(*)
Source | : | TribunJatim.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Nisrina Khoirunnisa |