Grid.ID - Polusi udara nampaknya akan dan selalu menjadi 'teman setia' manusia di zaman milenial ini.
Banyaknya pabrik, kendaraan bermotor dan lain sebagainya menyebabkan polusi menghiasi langit.
Semua jenis polusi udara ini dapat merusak lapisan ozon bumi dan menyebabkan apa itu namanya 'Efek Rumah Kaca.'
Tak tanggung-tanggung bahaya dari polusi udara.
BACA JUGA : Warning, Amerika Serikat Disebut Sedang Rencanakan Serangan ke Korea Utara
Bukan hanya bumi, namun manusia bisa dibuat merana akibat polusi udara.
Melansir National Geographic.grid.id, polusi udara tidak hanya membuat paru-paru menjadi sakit tapi juga mengurangi kinerja otak manusia.
Studi yang dikeluarkan oleh Proceedings of the National Academy of Sciences menyebutkan paparan polusi udara menimbulkan efek merugikan pada kemampuan kognitif manusia.
Sayangnya, efek ini akan terus menghinggapi manusia selama polusi udara ada.
BACA JUGA : Garangnya Medium Tank Harimau Hitam Buatan Indonesia Saat Laksanakan Uji Tembak
Menurut penelitian tersebut, efek polusi udara pada otak manusia tidak akan berhenti.
Parahnya semakin bertambahnya umur manusia maka semakin polusi udara membuat manusia bodoh.
Ilmuwan masih menambahkan jika hal ini terjadi terus menerus maka bukan hanya kebodohan saja yang dialami oleh otak manusia namun penyakit otak juga akan timbul akibat polusi udara.
Di China penelitian menyoal polusi udara membuat otak manusia menjadi bodoh sudah dilakukan di 162 wilayah di sana antara tahun 2010-2014 silam.
BACA JUGA : Remaja di Palembang Divonis 13 Tahun Penjara Karena Membunuh Waria yang Hendak Memperkosanya
Hasilnya? polusi udara dapat memengaruhi kemampuan seseorang dalam mengerjakan tes verbal dan matematika.
Peneliti juga menemukan jika manusia yang tinggal di wilayah berpolusi udara tinggi maka dapat menurunkan nilai ujian dari waktu ke waktu.
Polusi udara cenderung memiliki efek yang lebih kuat pada area otak yang berkaitan dengan tes verbal dibanding matematika.
China dan beberapa negara berkembang lainnya memang memiliki kualitas udara bersih yang parah.(*)
Source | : | National Geographic Indonesia |
Penulis | : | Seto Ajinugroho |
Editor | : | Seto Ajinugroho |