RAJA-RAJA JAWA KETURUNAN PETANI
Bukan hal yang aneh kalau orang menganggap kerbau milik keraton bisa membawa berkah. Dalam kebudayaan Jawa tradisional, semua hal yang punya hubungan dengan raja, entah itu orang, binatang ataupun barang, diyakini punya kesaktian dan bertuah.
BACA JUGA : Meninggal Akibat Liver, Benarkah Tato Bisa Sebabkan Infeksi Hati?
Yang mungkin menarik untuk dipertanyakan mungkin adalah mengapa Keraton Solo sampai memelihara kerbau, jenis hewan yang sesungguhnya jauh dari citra kekuasaan dan keagungan sebuah keraton.
Kerbau 'kan selalu dianggap hewan berharkat rendah, perlambang kebodohan. Ia lebih lazim dipelihara kaum tani ketimbang para raja.
Budayawan Solo, KRT Hardjonagoro alias Go Tik Swan, punya hipotesis menarik tentang asal-muasal dipeliharanya kerbau di Keraton Solo. Menurutnya, kebudayaan keraton-keraton di Jawa sesungguhnya berakar pada kebudayaan petani.
Nenek moyang yang menurunkan dinasti-dinasti raja Mataram, seperti Ki Ageng Pemanahan, Ki Ageng Selo dan sebagainya, adalah kaum petani.
BACA JUGA : Pasangan Selebriti ini Bongkar Ritual Sebelum Tidur, Apa Saja ya?
Begitu keturunan para petani ini berkuasa dan menjadi raja, dengan sendirinya kebudayaan petani yang terwarisi ikut terbawa masuk ke dalam lingkungan keraton.
Hanya saja lalu diperhalus dan diperindah, disesuaikan dengan citra raja dan keraton.
Kerbau Kiai dan Nyai Slamet, misalnya, yang tadinya hanya penarik bajak biasa dari Ki Ageng Selo, kemudian diangkat statusnya menjadi semacam maskot penjaga benda-benda pusaka.
Ditulis oleh Muljawan Karim. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Maret 1989.(*)
Artikel ini telah tayang di Intisari Online dengan judul Kerbau Bule Kiai Slamet yang Diarak di Malam 1 Suro, Kotoran dan Kutunya pun Diburu karena Dianggap Sakti
Source | : | intisari online |
Penulis | : | None |
Editor | : | Ngesti Sekar Dewi |