Find Us On Social Media :

Rumah Sakit Jiwa St.John's Asylum, Jadi Saksi Bisu Kisah Penyetruman dan Bunuh Diri di Inggris

By None, Sabtu, 13 April 2019 | 17:00 WIB

Rumah Sakit Jiwa St.John's Asylum, Jadi Saksi Bisu Kisah Penyetruman dan Bunuh Diri di Inggris

Grid.ID –  Bekas Rumah Sakit Jiwa St. John's Asylum itu masih berdiri tegap.

Namun, bangunannya sudah kotor, tak terawat, tua, berantakan, dan mulai lapuk.

Gambaran ini menambah seram jika mengingat kisah-kisah bunuh diri di tempat itu, juga teriakan-teriakan akibat penyetruman.

Gedung itu dibangun pada 1852 di Lincolnshire, Inggris.

Baca Juga : Orangtua Lalai, Bayi 11 Bulan ini Tercebur ke Dalam Air Panas yang Mendidih

Tempat ini kemudian dipakai untuk rumah sakit jiwa. Baru pada 1990 rumah sakit ini ditutup dan gedungnya dibiarkan terbengkalai.

Seorang mahasiswa, Jonathon Tattersall, kemudian memotret gedung terbengkalai ini dari berbagai sisi. Tampak cat dinding sudah pada mengelupas.

Beberapa pintu roboh, demikian juga atapnya. Bahkan, beberapa bagian tembok mulai hancur.

Pada masanya, rumah sakit ini terkenal dengan terapi setrum. Namun, banyak juga juga kisah yang menceritakan pasien melakukan bunuh diri.

Rumah sakit ini memiliki lahan untuk pemakaman pasien. Pemerintah setempat berencana akan mengubah rumah sakit ini menjadi 42 apartemen dan 64 rumah.

Baca Juga : Berbahaya! Jangan Buat Kandang Ayam di Belakang Rumah, ini Penjelasannya

"Banyak yang kagum setelah melihat dalamnya gedung itu lewat foto-foto saya," kata Tattersall.

Pada paruh kedua abad ke-19, Inggris banyak membangun rumah sakit jiwa. Saat itu, banyak dokter yang yakin bahwa penyakit jiwa berhubungan erat dengan masalah fisik di otak mereka.

Maka, pada saat itu terapi setrum digunakan sebagai cara penyembuhan menggunakan leydan, alat penyetrum.

Seorang dokter jiwa di rumah sakit Sussex pada 1873 menulis, ada seorang wanita yang menderita melancholia. Ia suka menyakiti dirinya sendiri.

Baca Juga : Nasib Malang Bayi Sterling, Meninggal Akibat Popok Tak Diganti Selama 2 Minggu Oleh Orangtuanya

Wanita 26 tahun itu kemudian diberi terapi setrum. Semula dia hanya kuat menerima setrum dengan voltase rendah dan lama-lama mampu menerima setruman dengan voltase lebih tinggi.

Menurutnya, pasien itu membaik. Ia mulai tak punya kecenderungan untuk menyakiti dirinya sendiri dan mulai lebih rasional dalam bicara.

Dalam artikel di British Journal of Psychiatry pada 1988, Dr Newth mengatakan, "Penyetruman dilakukan 26 kali (kepada wanita itu). Mulanya ia merasa sakit kepala. Namun, lama-lama ia bisa berpikir lebih jernih." (*)

Artikel ini telah tayang di Intisari online dengan judul, “Di Sinilah Tempat Penyetruman, Juga Kisah-kisah Bunuh Diri”