Find Us On Social Media :

Perempuan Terintimidasi, Jangan Lagi Takut untuk Bersuara!

By Dianita Anggraeni, Kamis, 18 April 2019 | 17:40 WIB

Ilustrasi Perempuan Terintimidasi dan Takut untuk Bersuara

Grid.ID - 8 Maret selalu diperingati sebagai Hari Perempuan Sedunia.

Tidak sedikit kasus yang melibatkan wanita sebagai korban atau intimidasi perempuan dalam bentuk apapun itu.

Namun, kini saatnya perempuan bersuara dan tidak lagi berdiam diri.

Perempuan bisa mandiri dan mendobrak batasan-batasan stigma negatif, terutama untuk mengejar cita-citanya.

Bertepatan dengan hari Perempuan Sedunia atau International Women's Day itu, Levi's® meluncurkan sebuah kampanye bernama #IShapeMyWorld.

Sejak diluncurkan tahun 1853, Levi's® selalu merayakan keberagaman, melampaui generasi turun temurun, Levi's® juga menarik perhatian, imajinasi, dan loyalitas beragam individu, termasuk soal style.

#IShapeMyWorld memuat cerita tentang tekad dan keberanian para wanita yang sudah mewariskan perjuangan mereka untuk generasi mendatang.

Kampanye ini bercerita tentang perempuan yang mengambil upaya aktif untuk memperbaiki sesuatu yang mereka rasa tidak masuk akal, entah itu memulai suatu gerakan besar atau dimulai dengan mengubah sesuatu yang kecil di lingkungan mereka sendiri.

Ada lebih dari 40 kolaborator dari seluruh dunia yang berpartisipasi dalam kampanye #IShapeMyWorld 2019, seperti dari India, Meksiko, Rusia, Thailand, Turki, Amerika Serikat, dan banyak lagi.

Untuk melawan stereotip perempuan dari kalangan masyarakat, berikut 5 perempuan Indonesia dengan cerita inspiratif dan menarik:

1. Alamanda Shantika, Binar Academy Founder

Setelah 2 tahun lalu memutuskan keluar dari salah satu unicorn terbesar di Indonesia, Alamanda memutuskan berfokus pada edukasi, yang memang sudah menjadi passion-nya semenjak dulu.

Melihat masih adanya kesenjangan antara pria dan wanita dalam menjalani suatu pekerjaan, ia akhirnya mendirikan sekolah programmer bernama Binar Academy.

Harapannya, Alamanda ingin mendorong lebih banyak wanita untuk maju dan mencoba menjalani profesi yang selama ini dianggap hanya bisa dilakukan oleh laki-laki.

"Karena kadang, kita sudah takut duluan dan pada akhirnya tidak bisa berproses menjadi diri yang lebih baik. Tidak usah takut masuk ke industri yang ‘katanya’ didominasi laki-laki," tuturnya.

“Dalam pengalamanku di industri teknologi yang aku jalani selama ini, sebenarnya perbedaan gender tidak terlalu terlihat, kok. Jangan percaya kalau ada yang bilang kalau perempuan akan diremehkan di dunia ini,” sambungnya.

2. Mouly Surya, Sutradara Film

Tak mudah bagi Mouly Surya untuk menjalani profesi sebagai seorang sutradara.

Selama menjalani karirnya, tak sedikit yang meragukan kemampuannya hanya karena dirinya seorang perempuan.

“Kenapa harus diberi label sebagai ‘sutradara perempuan’? Sutradara ya sutradara, di luar apakah yang memegang titel itu seorang perempuan atau laki-laki,” ungkapnya.

Perjuangannya pun berbuah manis.

Mouly mampu membuktikan bila dirinya adalah sutradara andal yang mampu membuat karya berkualitas.

Filmnya pun diakui dan berhasil mendapatkan berbagai pernghargaan bergengsi di industri perfilman nasional bahkan hingga tingkat internasional.

"Mungkin karena di masyarakat, kultur yang ada adalah wanita tidak dididik menjadi pemimpin alias tidak diharapkan menjadi breadwinner. Dunia mungkin memiliki deskripsi sendiri tentang perbedaan perempuan dan laki-laki, tapi Mouly memilih untuk tidak berfokus pada hal itu," pungkasnya.

3. Angkie Yudistia, Pendiri Network Profesional Disabilitas

Sebagai seseorang yang sulit mendengar, Angkie frustrasi dengan betapa sedikitnya pilihan pekerjaan untuk orang-orang penyandang diabilitas di luar sana.

Belajar dari pengalaman, Angkie pun mendirikan Thisable. sebuah 'profesional network' untuk menjembatani para penyandang disabilitas dan non disabilitas agar bisa bertoleransi, dan mengerti satu sama lain.

Angkie ingin menghapus pandangan penyandang disabilitas yang harus dikasihani.

“Begitupun juga dengan masyarakat luas, tidak perlu mengasihani kami. Penyandang disabilitas itu memiliki sensitivitas tinggi. Kami bisa tahu dari ekspresi orang, kalau mereka tidak percaya dengan kemampuan kami. Jangan kasihani kami, namun berikanlah kesempatan yang sama, terutama dalam bekerja. Kami akan buktikan kami mampu,” tegasnya.

Ia membuktikan bila kekurangan yang dimiliki penyandang disabilitas tidak membatasi seseorang untuk bekerja, berkarya, dan meraih impiannya.

"Semoga saja, semakin banyak lagi perempuan penyandang disablitas yang merasa terpacu untuk mandiri secara ekonomi dengan bekerja. Teman-teman penyandang disabilitas tidak perlu merasa rendah diri, misalnya takut orang lain tidak mau berteman dengan kita. Padahal, mereka mau, kok,” jelas Angkie.

4. Soraya Cassandra, Urban Farmer

Mendapati kotanya semakin tidak ramah lingkungan, Soraya Cassandra ingin membuat bisnis yang berdampak positif bagi sosial dan lingkungan.

Melalui Kebun Kumara, dia memulai gerakan 'urban farming' untuk memerangi polusi dan memberi dampak positif pada kehidupan sosial dan lingkungan sekitarnya.

Namun dalam menjalani profesinya itu, justru ia merasa lucu dengan komentar orang-orang yang selalu menyindir soal gendernya sebagai perempuan.

“Mungkin banyak yang beranggapan, ngapain sih ngurus kebun dan sampah? Cantik-cantik tapi bau!” ungkapnya.

"Kalau kita nyangkul, dikomentarin: ‘Ngapain sih? Kasih aja ke cowoknya!’ Padahal, memangnya perempuan enggak bisa nyangkul? Masih banyak anggapan orang terhadap peran perempuan dan mengenai apa yang pantas perempuan lakukan," ceritanya.

Ia berharap, melalui usahanya membangun Kebun Kumara ini, hal-hal abstrak tentang mencintai alam itu bisa dibumikan, bisa dibuat nyata.

Perempuan itu peka loh terhadap hal-hal di sekitarnya.

"Aku percaya perempuan di manapun bisa bermanfaat untuk lingkungan sekitarnya dan selanjutnya. Serta juga mampu membentuk dunia yang dia mau," pungkasnya.

5. Kartika Jahja, Musisi dan Aktivis Kesetaraan Gender

Kartika memiliki banyak hal untuk dikatakan tentang kekerasan seksual dan kepositifan tubuh. Bermusik adalah format pilihannya.

Dari musik, Kartika belajar untuk jadi kritis dan lebih berani.

Awalnya, orang mengenalnya sebagai musisi, tapi belakangan ini ia juga dikenal sebagai aktivis di bidang perempuan.

"Karena aku sendiri adalah seorang survivor atau penyintas kekerasan seksual, dan aku merasa bahwa masyarakat haruslah dididik untuk merangkul dan berhenti menyalahkan korban," ujarnya.

Pada 2016, lagu Tubuhku Otoritasku video klipnya diliput media di dalam dan luar negeri.

"Aku sampai diundang untuk berbicara di berbagai acara di luar negeri seperti New York dan Berlin. Dari situ aku belajar, ternyata pengalaman perempuan di berbagai belahan dunia itu mirip - mirip," ucapnya lagi.

Setiap kali dirinya menjadi pembicara, di manapun juga, hampir pasti Kartika akan melihat ada saja perempuan tertentu di hadirin.

"Aku hapal tatapan mata dan gerak-gerik tubuh mereka. Biasanya setelah acara, mereka akan ke backstage dan meminta waktu untuk berbicara denganku. Mereka lalu cerita tentang kekerasan atau sexism yang mereka alami," ceritanya.

"Aku berusaha untuk ‘shaped my world’ dengan berekspresi, baik itu dengan menjadi musisi, aktivis, ataupun entrepreneur. Jadi, dengan berbagai keadaan di dunia ini yang mungkin tidak cocok dengan values kita, pesanku untuk perempuan-perempuan di luar sana adalah: keep loving, keep fighting," pungkasnya.

Melalui lima kisah inspiratif di atas, Levi's® ingin menginspirasi para perempuan untuk tidak terpaku pada stigma dan stereotip yang selama ini melekat di masyarakat.

Apapun mimpimu, ingatlah usaha yang kuat pasti bisa membuat hal yang tak mungkin menjadi mungkin.

Ayo mulai keluar dari zona nyaman, dobrak semua tantangan yang ada dan jangan pernah takut untuk membentuk duniamu sendiri!

Ketahui lebih banyak tentang gerakan I Shape My World melalui link berikut ini https://levi.co.id/ismw/?utm_medium=textlink&utm_source=grid.id&utm_campaign=ISMW

(*)