Find Us On Social Media :

Akun dan Konten Palsu Sengaja Diciptakan, Hacker Muda Ungkap Operasi Intelijen di Dunia Digital

By Ahmad Rifai, Kamis, 4 Januari 2018 | 14:28 WIB

Sampul film dokumenter Zero Days | YouTube/Screenshot

Laporan Wartawan Grid.ID, Ahmad Rifai

Grid.ID - Aksi demonstrasi di Iran dalam beberapa hari terakhir telah melahirkan sejumlah tanda tanya besar.

Rezim yang bercokol di dekat Teluk Persia ini sudah akrab diketahui berusaha ditumbangkan oleh badan intelijen Barat.

Kasus yang baru terjadi pada hari kamis (28/12/2017) lalu, setidaknya memunculkan sebuah pertanyaan.

"Sebenarnya seberapa jauh badan intelijen Barat ikut menabur benih kerusuhan di Iran?"

(Baca juga: Liburan di Negara yang Berbeda, Gracia Indri dan Shandy Aulia Tampil dengan Gaya Bsusana yang Mirip Banget!)

Mustafa al-Bassam adalah seorang peneliti keamanan yang tengah mengejar gelar Ph.D di London. 

Mantan anggota kelompok hacktivist, LulzSec, memberi sebuah pidato dalam Kongres Komunikasi Chaos (CCC) ke-34 di Leipzig, Jerman.

"Penelitian Ancaman Bersama Kelompok Intelijen (JTRIG), sebuah unit di salah satu badan intelijen Inggris," ungkapnya pada 27 Desember 2017.

"Bertugas menciptakan boneka, berupa akun dan konten palsu di sosmed."

Kemudian akan, "Menggunakannya sebagai 'trik kotor' untuk 'menghancurkan, menyangkal, menurunkan, (dan) mengacaukan' musuh-musuh dengan cara membusukkan citra (target sasaran)."

(Baca juga: Ditanya Soal Status Nikah Siri dengan Backing Vokal, Begini Tanggapan Opick)

Dikutip wartawan Grid.ID dari Sputnik, Bassam adalah sosok yang terpilih dalam daftar Forbes 2016, 30 Under 30, untuk para pemimpin baru dan maju di sektor teknologi Eropa.

Di hari kamis (28/12/2017), aksi demonstrasi pecah di sejumlah titik.

Teheran, Masyhad, Isfahan, serta Rasht.

Tuntutan keras yang diserukan adalah kesempatan ekonomi lebih baik dan biaya hidup lebih rendah.

(Baca juga: Make Up Artist Ungkap Caranya Agar Hasil Dandanan Nggak Gagal Total)

Hingga berita ini diturunkan, sedikitnya ada 22 orang tewas sejak aksi huru-hara berlangsug.

Menurut Bassam, JTRIG turut serta membuat tangannya kotor dalam 'operasi rekayasa sosial' yang menargetkan sejumlah hacktivist macam LulzSec dan Anonymous.

Sebelum beranjak lebih jauh, sebenarnya apa itu hacktivist?

Galina Mikhaylova dalam karyanya yang berjudul Gerakan Anonymous: Hacktivisme Sebagai Sebuah Bentuk Munculnya Partisipasi Politik, memberi definisi seperti ini.

(Baca juga: Dikabarkan Telah Digugat Cerai Sang Istri, Opick: Mohon Doanya yang Terbaik)

Hacktivisme atau aktivisme internet adalah penggunaan komputer dan jaringan komputer untuk mempromosikan agenda politik maupun sebuah perubahan sosial tertentu.

Dikutip wartawan Grid.ID dari CBC News, baik Anonymous maupun LulzSec dapat dikategorikan sebagai Robin Hood dalam dunia digital.

Kembali kepada pernyataan yang dipaparkan Bassam, mantan kontraktor National Security Agency (NSA) makin memperkuat penjelasannya.

Edward Snowden merilis sejumlah dokumen di tahun 2014.

(Baca juga: Sunggyu INFINITE Curhat, Akhir Tahun 2017 Jadi Waktu Tersibuknya, Siapin Apa Aja nih? )

Dalam dokumen yang dirilis turut menunjukkan bahwa JTRIG menggunakan serangan yang disebut Distributed Denial of Service (DDoS) untuk menargetkan Anonymous dan LulzSec.

Hingga kini, keberadaan unit ini masih tetap jadi rahasia.

Menggunakan informasi dari bocoran dokumen dan juga pengalamannya secara langsung menjadi sasaran intelijen Inggris, Bassam menemukan hal mengejutkan.

Badan Intelijen Britania Raya (GCHQ) ternyata menggunakan layanan pemendek URL untuk membuka kedok sejumlah identitas anggota Anonymous.

(Baca juga: Tambah Berat Badanmu dan Dapatkan Tubuh Ideal dengan Konsumsi Makanan Ini)

"Dengan menggunakan detail penting ini, aku bisa menemukan akun Twitter dan sejumlah situs web boneka yang diatur oleh GCHQ."

Bassam mengatakan akun dan situs web tersebut berpura-pura sebagai sejumlah aktivis selama Arab Spring di tahun 2011 dan demonstrasi besar-besaran di Iran pada 2009.

Selain itu, JTRIG juga melakukan operasi rekayasa sosial perihal demonstrasi di Suriah dan Bahrain.

Muncul sebuah bocoran slide GCHQ berlabel 'rahasia' yang terkait dengan Amerika Serikat (AS), Australia, Kanada, Inggris, serta Selandia Baru.

(Baca juga: Posting Foto Faisal Haris yang Sedang Tertidur, Simak Yuk Curahan Hati Terdalam Sarita Abdul Mukti)

Dengan mengirimkan sebuah link, identitas orang yang sebelumnya tidak dikenal dapat menjadi bisa diidentifikasi.

Menurut penelitian yang dilakukan Bassam, layanan pemendek URL, lurl.me, beredar online di tahun 2009 dan mentwit sejumlah link tentang demonstrasi Iran pada tahun 2009.

Ternyata, ada sejumlah teknik lainnya yang dipakai oleh JTRIG.

Antara lain, mengunggah sebuah video berisikan pesan meyakinkan di YouTube.

(Baca juga: Penyanyi Religi Opick Tidak Peduli Soal Berita Miring Dirinya)

Kemudian, membikin sejumlah akun di Facebook dan Twitter, bahkan blog maupun keanggotaan di sebuah forum.

Tujuannya, mendorong lahirnya diskusi mengenai isu-isu spesifik.

Tidak sekedar itu, beragam email dan pesan palsu dikirim dengan turut serta menyediakan sumber online.

Bahkan, sebuah situs jual beli palsu juga disiapkan.

(Baca juga: Berjumlah Ratusan, Petugas TNI-Polri dan Basarnas Alami Kesurupan Massal dan Muntah-muntah, Saat Mencari Pria yang Hilang di Hutan Keramat)

Semua metode-metode ini dijabarkan menurut sebuah dokumen GCHQ yang berjudul Pendukung Ilmu Perilaku untuk Efek JTRIG dan Operasi Online HUMINT (Kecerdasan Manusia).

Berdasarkan keterangan dalam dokumen, target operasi dapat mencakup semua area di dunia.

"Pegawai menggambarkan operasi yang saat ini ditargetkan, sebagai contoh, Iran."

Operasi semacam ini dapat saja menargetkan seluruh populasi, "misalnya sejumlah orang Iran," sekitar 80 juta orang.

(Baca juga: Nggak Nyangka, Deretan Aktor dan Aktris Top Korea ini Dulunya MC, Termasuk Song Song Couple loh!)

Dikutip Bassam dari sejumlah dokumen GCHQ, operasi JTRIG di Iran setidaknya punya tujuan sebagai berikut. 

"Mencela kepemimpinan dan program nuklir Iran."

"Menunda dan mengganggu akses online terhadap bahan yang digunakan dalam program nuklir."

"Melakukan operasi online HUMINT."

"Menyerang balik penyensoran yang berusaha dilakukan."

(Baca juga: Sering Dihujat Netizen, Jennifer Dunn Justru Diperlakuan Seperti Ini Sama Tetangganya)

Bassam menyentil GCHQ yang seakan-akan ingin jadi pahlawan di muka rakyat Iran.

"Mungkin terdengar hebat."

"Seperti GCHQ sejajar dengan motif komunitas kebebasan internet, membantu orang-orang Iran untuk menghindari penyensoran."

GCHQ seolah-olah membantu untuk menghindari penyensoran yang dilakukan oleh Pemerintah Iran.

(Baca juga: Pria ini Hilang di Hutan Keramat, Setelah Ditemukan Kondisi Badannya Terkulai Lemah dan Bilang: 'Saya Dilindungi 7 Mahkluk' )

Alamt IP dan situs web tertentu yang bisa bermanuver di sekitar blokade internet dipakai untuk dapat mengakses informasi yang akurat.

"Dalam persoalan ini, GCHQ bertingkah seperti serigala jahat dalam kisah Gadis Kecil Berkerudung Merah," ungkap Bassam.

"Mereka sepertinya terlihat membantu kamu."

"Tapi sebenarnya dalam waktu bersamaan, mereka juga merugikan kamu dalam prosesnya ." 

(Baca juga: Niatnya Pulang ke Rumah Naik Kapal, Sebuah Mobil Malah Kecemplung di Danau, Bayinya Pun Sampai Dilempar)

Menyediakan akses online terhadap konten tanpa sensor adalah sebuah tujuan.

Capaian yang lain, sejumlah informasi dikumpulkan dan mengintai berbagai orang Iran yang terlanjur mengklik tautan pendek yang diberikan oleh GCHQ secara terselubung.

Sempurna.

Satu batu yang dilempar, sudah cukup membunuh 2 burung sekaligus.

(Baca juga: Mendebarkan, Suami Ini Berhasil Pegangi Rambut Kepala Istri yang Berusaha Bunuh Diri)

Huru-Hara di Iran

Ide bahwa pemerintah Barat membimbing dan memicu demonstrasi di Iran, bagaimanapun, mungkin tidak bisa melukiskan gambaran yang paling lengkap.

Martin Mahdavi, seorang pengusaha Iran-Amerika, memberi penjelasan kepada Sputnik.

Dirinya menyebut demonstrasi yang terjadi mungkin telah dimulai oleh kaum konservatif yang berusaha melonggarkan cengkraman kekuasaan Presiden Iran, Hassan Rouhani.

Garda Revolusi dan Pemerintahan Rouhani, "Memiliki ketidaksepakatan tentang bagaimana cara terbaik untuk mendominasi Timur Tengah," jelas Mahdavi dalam sebuah wawancara pada hari selasa (2/1/2018).

(Baca juga: Miris! Ibu di Malang Ini Setahun Isolasi 3 Anaknya Dalam Rumah, Video Detik-Detik Polisi Lakukan Evakuasi)

"Pada kenyataanya, kaum konservatif kalah dalam pemilu di tahun 2017."

"Kenyataan ini ditambah bahwa Pemimpin Agung Ali Khamenei memberikan dukungan tanpa syarat."

"Basis menyusut cukup banyak, hingga kaum konservatif membutuhkan kekacauan dan mengerahkan kekuatan."

"Aku pikir ini dimulai oleh kaum konservatif untuk mendapatkan pengaruh dan pada akhirnya memaksa Khamenei untuk mendekat lagi (kepada kaum konservatif)."

(Baca juga: Masih Ingat Muka Penuh Bulu 'Manusia Serigala'? Tumbuh Dewasa dan Punya Pasangan, Wajahnya Kini Sudah Mulus)

"Sekarang sudah menjadi ganas dan sangat didorong oleh AS dan sejumlah sekutunya."

Berita tentang demonstrasi di Iran membanjiri sejumlah media.

Pengamat di Washington dan London mungkin akan melihat kondisi ini sebagai, "Kesempatan bagus untuk merusak status internasional Iran," tegas Mahdavi.

Terlepas dari itu semua, cuitan Presiden AS ke-45 tepat menyasar poin utama.

(Baca juga: Nekat, Seorang Pria Membobol Bank Dengan Menggunakan Mesin Keruk Eskavator di Siang Hari Bolong)

via GIPHY

"Orang-orang Iran akhirnya bertindak melawan rezim Iran yang brutal dan korup," tulis Donald Trump di akun Twitter pribadinya.

"Rakyat memiliki sedikit makanan, inflasi besar, dan tidak memiliki hak asasi manusia."

Kembali dikutip dari Sputnik, caci maki yang ditujukan kepada Pemerintah Iran secara internasional, bagaimanapun, mungkin akan membuat banyak orang menjadi bosan.

Begitu sejumlah orang Iran mengungkap usaha terorganisir, seperti operasi GCHQ yang bertujuan untuk mempromosikan kekacauan dan penipuan, orang-orang akan lebih mungkin mengakhiri demonstrasi seperti yang terjadi di tahun 2009.

(Baca juga: Susah Tidur di Malam Hari? Ini 5 Bahan Makanan yang Akan Membantumu Mengatasi Insomnia)

Pada tahun 2016, Alex Gibney mempublikasikan film dokumenter berjudul Zero Days.

Film yang berdurasi 116 menit dan didistribusikan oleh Magnolia Pictures, bercerita tentang sebuah fenomena virus komputer berbahaya.

Virus ini pertama kali ditemukan di tahun 2010 oleh Kaspersky Lab.

Dikutip wartawan Grid.ID dari The Washington Post, virus yang dimaksud, Stuxnet, merupakan buah karya kolaboratif antara para ahli dari AS dan Israel.

(Baca juga: Jepang Produksi Pensil Warna Berbentuk Bunga Khas Negaranya, Pas Diraut Jadi Kayak Musim Semi!)

Stuxnet paling tidak bertanggung jawab atas kerusakan substansial pada program nuklir Iran.

Iran menurut Noam Chomsky adalah duri dalam daging yang tidak diinginkan pihak Barat di Timur Tengah.

Tentu menjadi hal lumrah bila beragam paket ekonomi merugikan dan sejumlah sabotase berusaha dilakukan untuk memporak-porandakan Iran.(*)